Senin, 01 Februari 2010

bahan kuliah SEMINAR TTM 1

BAB I

PENDAHULUAN


Akhir-akhir ini tuntutan terhadap kemampuan menulis karya ilmiah sangat terasa sekali. Tidak. hanya dikalangan ilmuan dan sivitas akademika pada suatu perguruan tinggi saja, dikalangan, siswa SMTA pun tuntutan tersebut, sudah lama terasa. Sebagai contoh akan pentingnya kemampuan menulis karya ilmiah bagi siswa SMTA tersebut adalah kewajiban membuat paper. Tahun-tahun 1980-an kepada siswa SMTA yang akan mengikuti EBTA/EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir/Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) diwajibkan membuat sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk makalah. Siswa yang tidak dapat menyelesaikan karya tulis ilmiahnya sampai batas waktu yang telah ditetapkan tidak diperkenankan mengikuti EBTA/EBTANAS. Dengan kata lain, bagi siswa SMTA menulis karya ilmiah merupakan syarat mutlak untuk mengikuti EBTA/EBTANAS. Merupakan Suatu keharusan yang tidak dapat di tawar-tawar.

Dikalangan mahasiswa dan ilmuan tuntutan kemampuan menulis karya ilmiah jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tuntutan yang berlaku terhadap siswa SMTA. Kalau kepada siswa SMTA tuntutan itu hanya berlaku bagi siswa yang telah duduk di kelas tiga atau yang akan mengikuti EBTA/ EBTANAS saja, maka bagi kalangan mahasiswa tuntutan tersebut berlaku untuk setiap bidang studi yang diikutinya. Bila dalam satu semester mahasiswa mengambil lima (5) mata kuliah, setidaknya mereka harus membuat lima makalah dalam jangka waktu enam bulan. Sekiranya mahasiswa yang bersangkutan mampu menyelesaikan studinya dalam kurun waktu empat tahun (delapan semester), berarti mereka harus mampu menyelesaikan 40 makalah. Bagi mahasiswa yang mengambil jalur skripsi, selain makalah yang 40 buah tersebut mereka juga membuat sebuah skripsi. Tentunya karya tulis yang sebanyak itu amat membanggakan.

Sehubungan dengan kedua persyaratan di atas, kaitan yang lebih erat adalah antara kalangan ilmuan dengan karya tulis ilmiah. Para ilmuan tidak dapat dilepaskan, dari menulis karya ilmiah. Kenyataan ini disebabkan karena menulis karya ilmiah merupakan sarana untuk menyampaikan gagasan dan hasil penelitian ilmuan tersebut. Seorang ilmuan yang tidak mampu-menyampaikan gagasan dan hasil pemikiran mereka secara tertulis, gagasan itu cenderung tidak bertahan lama. Gagasan tersebut akan hilang di makan ruang dan waktu. Secara tersirat, bobot keilmiahan seorang ilmuan diantaranya ditentukan oleh bobot tulisan ilmiahnya. Itulah sebabnya kemampuan menulis karya ilmiah itu penting artinya bagi seorang ilmuan.

Terlepas dari kualitas suatu karya ilmiah, adanya kesadaran akan pentingnya kemampuan menulis karya ilmiah adalah suatu hal yang menggembirakan. Dari segi kualitas, memang sering terdengar pernyataan yang kurang menyenangkan, yaitu kemampuan menulis karya ilmiah siswa/mahasiswa masih rendah. Dengan latihan yang teratur dan sistematis serta lebih mendalami teori, tentunya isyu yang tidak menyenangkan ini dapat dikurangi, bila perlu dihilangkan.


1.1 Pengertian Karya Tulis Ilmiah

Setiap tahun karya tulis ilmiah selalu dihasilkan siswa kelas III SMTA. Setiap semester mahasiswa selalu menulis karya ilmiah. Sejalan dengan itu, hampir setiap saat karya tulis ilmiah dihasilkan oleh para ilmuan. Begitu berartikah karya tulis ilmiah itu? Kalau memang berarti, apakah yang dimaksud dengan karya tulis ilmiah itu? Secara etimalogi, karya tulis ilmiah terdiri dari kata majemuk karya tulis dan ilmiah. yang dimaksudkan dengan karya tulis adalah hasil dari suatu kegiatan menulis. Hasil karya tulis ini dapat berupa makalah, cerpen, skripsi, puisi, tesis, novel, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan ilmiah adalah segala sesuatu yang bersifat keilmuan. Ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji kebenarannya melalui metode-metode ilmiah. Dari kedua kata di atas, dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang disusun secara sistematis menurut kaedah-kaedah tertentu berdasarkan hasil berpikir ilmiah dan metode ilmiah.

Berdasarkan pengertian di atas, yang dapat dikategorikan sebagai karya tulis ilmiah adalah makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian. Hal ini disebabkan karena karya tulis tersebut dikembangkan dengan menggunakan metode ilmiah. Makalah merupakan karya tulis ilmiah yang ditulis untuk memenuhi tugas-tugas perkuliahan atau untuk seminar. Penelitian ilmiah merupakan karya tulis yang lebih ditujukan untuk mengembangkan ilmu atau menguji kebenaran ilmu (teori). Skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian merupakan karya tulis sebagai hasil dari suatu penelitian. Skripsi, tesis, dan disertasi ditulis pada akhir paragraf, suatu studi untuk mendapatkan gelar tertentu. Skripsi ditulis untuk memperoleh gelar kesarjanaan oleh mahasiswa setingkat S.I. Tesis ditulis untuk meraih gelar magister (master) oleh mahasiswa setingkat S.2. Dan disertasi ditulis untuk gelar doktor oleh mahasiswa setingkat S.3.

Penulis karya ilmiah adalah orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan (ilmuan). Sekurang-kurangnya, ia memiliki pengetahuan dalam bidang yang ditulisnya. Oleh karena penulis karya ilmiah adalah seorang ilmuan, kepadanya dituntut untuk memiliki sifat terbuka, jujur, kritis, teliti, tidak mudah percaya sebelum ada pembuktian, tidak cepat putus asa, dan tidak cepat merasa puas dengan pekerjaan atau hasil karyanya. Sifat-sifat di atas oleh Nana Sujana (1984: 4) disebut dengan sikap ilmiah. Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah kesediaan menerima umpan balik dari orang lain, baik dalam bentuk yang menyenangkan ataupun yang menyakitkan. Tidak selamanya karya tulis seorang ilmuan diterima oleh pembaca. Pemahaman yang pro dan kontra selalu mengiringi karya itu. Apapun pendapat pembaca terhadap karya tulis itu penulis harus menerimanya. Berdasarkan masukan tersebut, dengan kritis penulis mencoba menganalisisnya, Masukan ini sangat besar artinya untuk menyempurnakan karya tulis yang ada, atau karya tulis yang akan muncul. Secara tersirat keterbukaan ini memperlihatkan sikap penulis yang demokratis dan tidal, picik.

Seorang penulis karya ilmiah harus jujur. Ia harus mampu mengemukakan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak merekayasa data sesuai dengan "pesanan". Sekiranya ia mengutip pendapat orang lain, ia harus mengakui bahwa itu bukan pendapatnya. Karena itu ia mesti membuatkan notasi ilmiahnya. Sekiranya notasi ilmiah ini tidak dibuatkan, maka penulis tersebut tidak lebih dari seorang plagiator. Seorang penulis karya ilmiah juga diharuskan memiliki sifat kritis dan teliti. Ia harus mampu menganalisis segala sesuatunya secermat mungkin, sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya. Analisis yang kritis itu harus dilakukan secara hati-hati dan teliti. Dalam bidang ilmu pengetahuan alam atau bidang-bidang keilmuan yang bersifat eksak tuntutan terhadap kekritisan dan ketelitian sangat tinggi, Kekurang tajaman analisis dan kekurang telitian dalam bekerja dapat mendatangkan akibat yang sangat fatal. Sampai sekarang kita masih ingat peristiwa Chernobel, suatu peristiwa kekurangtelitian dan kekurang hati-hatian yang mengakibatkan kematian.

Ilmu dimulai dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari keragu-raguan menjadi yakin. Filsafat keilmuan adalah filsafat epistemologi, yaitu selalu mencari tahu, selalu berusaha menjawab pertanyaan "apa" dan "bagaimana". Seorang ilmuan harus memiliki sifat keingintahuan yang besar. la tidak mudah percaya begitu saja dengan apa yang di dengar, di lihat, atau dibacanya. Setiap informasi yang diperolehnya tidak diterimanya begitu saja. Sebelum diterima, informasi itu harus dibuktikan kebenarannya. Pembuktian kebenaran ini dapat dilakukan secara rasional didasarkan kepada teori-teori. Dengan kata lain, seorang ilmuan baru dapat menerima suatu informasi itu benar secara teori dam diterima oleh akal. Pembuktian secara empiris. didasarkan kepada fakta-fakta yang dapat diamati. Sekiranya informasi itu sesuai dengan fakta yang ada barulah informasi itu dapat diterima.

Cepat putus asa dam lari dari masalah yang sedang dihadapi bukanlah suatu sikap yang terpuji. Tidak hanya dalam bidang keilmuan, dalam kehidupan sehari-hari pun sikap ini tidak berterima bagi siapapun. Seorang ilmuan yang cepat putus asa akan selalu melahirkan karya yang asal jadi. Pembahasannya tidaklah tuntas. Untuk karya tulis ilmiah ketidaktuntasan pembahasan masalah tidaklah dapat diterima. Ketidaktuntasan tidak terselesaikan permasalahan, malahan sebaliknya, yaitu sering mendatangkan masalah baru. Karya yang lahir akibat putus asa adalah karya yang dipaksakan "kelahirannya". Biasanya karya seperti ini sering menimbulkan pemahaman dam penafsiran yang berbeda. Pada hal keberagaman pemahaman ini tidak boleh terjadi dalam memahami karya tulis ilmiah.

Seorang ilmuan yang cepat puas, karya yang telah dihasilkannya cenderung tidak mampu menghasilkan karya lanjutan (lain) yang lebih berbobot. Rasa cepat puas dalam bidang keilmuan tidaklah baik, Rasa ini sering membawa keterlenaan, mengendurkan kearifan, dam memperlemah daya kritis. Seorang ilmuan tidaklah dilarang menikmati karya tulis yang telah dihasilkannya. Yang tidak boleh adalah puas dengan apa yang ada, tidak pernah skeptis terhadap apa yang ada tersebut. Pada hal. karya tulis yang telah dihasilkan tersebut mungkir, masih memiliki kekurangan-kekurangan. Itulah sebabnya seorang ilmuan harus punya sifat kritis analitis. Bukan cepat puas atau terlena.

Melalui berbagai sikap ilmiah di atas, kemampuan menulis karya ilmiah dapat lebih ditingkatkan. Pada hematnya jenis. karya ilmiah seperti yang telah dijelaskan di atas adalah sama sebab sama-sama menggunakan metode ilmiah. Yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya adalah dalam hal kadar keilmiahannya, bobot masalah yang dibahas, dan penggunaan metodologi. Jumlah halaman, kertas yang digunakan, dan kerapian penjilidan belum dapat dijadikan sebagai tolak ukur ilmiah tidaknya sebuah karya tulis.


1.2 Berpikir dan Metode Ilmiah

Di atas telah dijelaskan bahwa metode yang digunakan dalam menulis karya ilmiah adalah metode ilmiah. Menurut Yuyun S. Suriasumantri (1985; 119) metode ilmiah merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Merujuk kepada pendapat Peter R. Senn lebih lanjut Suriasumantri mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang teratur dan sistematis. Dalam hal ini dapat juga ditambahkan dengan kritis dan analitis.

Landasan dari metode ilmiah adalah kemampuan berpikir ilmiah, sedangkan dasar dari berpikir ilmiah adalah kemampuan otak dalam memecahkan dan menganalisis suatu masalah. Berpikir ilmiah tidak sama dengan berpikir biasa. Walaupun kegiatan berpikir apapun sama-sama merupakan kegiatan mental, namun dalam berpikir ilmiah kegiatan mental itu berlangsung secara sistematis dan berdasarkan aturan-aturan tertentu dalam rangka mendapatkan ilmu pengetahuan. Tidak semua kegiatan berpikir menghasilkan pengetahuan. Hampir setiap hari manusia melakukan kegiatan berpikir, tetapi ilmu pengetahuan tidak setiap hari dihasilkan oleh orang yang berpikir tersebut. Kenyataan ini menginformasikan bahwa kegiatan berpikir ilmiah berorientasi kepada, ilmu pengetahuan, sedangkan berpikir yang lainnya tidak berorientasi kepada ilmu pengetahuan.

Kegiatan berpikir ilmiah dimulai dari suatu masalah. Kemampuan mereaksi terhadap masalah inilah, yang menentukan ilmiah tidaknya kegiatan berpikir yang dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak masalah keilmuan yang dapat diamati dan dicarikan pemecahannya. Akan tetapi sangat banyak masalah tersebut yang tidak terselesaikan, sebab tidak setiap manusia mempunyai kemampuan menyelesaikannya secara ilmiah. Dengan kata lain, tidak setiap manusia mempunyai kemampuan berpikir ilmiah, Sangat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir ilmiah. Selain dari masalah genetika (keturunan) dalam bentuk IQ, bakat dan motivasi yang besar, kemampuan reseptif yang baik, dan latihan menganalisis masalah. Sikap kritis pun dapat meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah tidak dapat dilepaskan dari berpikir deduktif dan induktif. berpikir ilmiah dibangun oleh kedua unsur berpikir tersebut. Berpikir deduktif sering juga disebut dengan berpikir rasional. Dalam berpikir deduktif kesimpulan dari suatu permasalahan ditarik dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bergerak dari pernyataan umum ke pernyataan khusus. Contoh klasik yang sering dikemukakan adalah tentang pemuaian dan zat padat (logam). Bila dalam pernyataan umum dikemukakan bahwa setiap zat padat logam bila dipanaskan akan memuai. Dalam kenyataan benda-benda seperti besi, seng, emas, perak, dan kuningan termasuk benda padat jenis logam, maka dalam pernyataan khusus (kesimpulan) dapat dikatakan bahwa besi, seng, emas, perak, dan kuningan akan memuai bila dipanaskan.

Berpikir induktif merupakan kebalikan dari berpikir deduktif. Berpikir induktif ini sering juga disebut dengan berpikir empiris. Dalam hal ini, keterandaian data dan fakta secara kuantitatif dan kualitatif sangat besar peranannya untuk menarik kesimpulan. Berpikir induktif merupakan kebalikan dari berpikir deduktif. Kesimpulan yang diperoleh dari berpikir induktif adalah kesimpulan yang ditarik dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bergerak dari pernyataan sebagai contoh dapat dikemukakan kebalikan contoh di atas. Kalau dalam pernyataan khusus dikemukakan bahwa besi, seng, emas, perak, dan kuningan akan memuai bila dipanaskan. Besi, seng, emas, perak, dan kuningan adalah zat padat jenis logam, maka dalam pernyataan umum (kesimpulan) dapat dikemukakan bahwa setiap zat padat logam akan memuai jika dipanaskan. Di atas telah dijelaskan bahwa kegiatan ilmiah dimulai dari masalah dan mengamati masalah. Kegiatan tersebut tidaklah terhenti sampai disitu saja, melainkan ada tahap-tahap selanjutnya yang harus dilalui, seperti perumusan masalah/hipotesis, mengumpulkan dan mengolah data, dan menarik kesimpulan. Sehubungan dengan ini Nana Sudjana (1988 ; 5) mengemukakan bahwa proses berpikir ilmiah selalu menempuh langkah-langkah tertentu yang disangga oleh tiga unsur pokok, yaitu (1) pengajuan masalah, (2) perumusan hipotesis, dan (3) verifikasi data. SIP Selanjutnya dijelaskan, cara berpikir atau proses berpikir yang terstruktur seperti inilah yang menjadi landasan metode ilmiah. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa metode i1miah tersebut adalah metode logika-hipotiko verivikatif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan logika adalah pengetahuan tentang kaedah berpikir, atau jalan pikiran yang masuk akal. Sesuatu yang masuk akal adalah sesuatu yang logis. Logika mengandalkan kemampuan berpikir, baik kemampuan berpikir induktif maupun kemampuan berpikir deduktif atau gabungan dari kedua bentuk berpikir tersebut. Sebagai suatu kegiatan keilmuan, dasar metode ilmiah ini adalah kemampuan berpikir, yaitu berpikir ilmiah, Melalui serangkaian proses berpikir ilmiah seperti yang telah dijelaskan di atas, hasil kegiatan berpikir ini dapat diterima dan dibuktikan keberandaannya. Apakah pembuktian itu secara rasio, dalam arti melalui telaahan berdasarkan teori-teori terkait, ataupun pembuktian secara. empiris, yaitu dengan memperlihatkan dan fakta. Prosedur selanjutnya dari metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Jawaban sementara inilah yang hendak dibuktikan kebenaran atau ketidakbenarannya. Fungsi hipotesis adalah untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian. Hipotesis merupakan sentral dari suatu penelitian. Segala keylatan yang dilakukan harus mengacu kepada pembuktian hipotesis. Dalam sebuah penelitian bisa saja tidak hipotesis yang diajukan, melainkan pertanyaan penelitian. Terhadap hal yang seperti ini tidaklah; ada salahnya. Fungsi pertanyaan penelitian tidaklah jauh bedanya dengar, fungsi hipotesis- penelitian; Kedua-duanya sama-sama berfungsi untuk mengarahkan penelitian. Kalau hipotesis merupakan suatu hal yang ingin dibuktikan kebenarannya, maka pertanyaan penelitian adalah sesuatu yang perlu dicari jawabannya. Penyelesaian dari keduanya adalah dengan mengadakan penelitian.

Akhir dari metode ilmiah adalah verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan sebagai kegiatan mengumpulkan data, menganalisis data, membahas hasil analisis data, dan menarik kesimpulan dalam bentuk pembuktian hipotesis atau jawaban pertanyaan penelitian. Kegiatan verifikasi data dapat dikatakan sebagai kegiatan inti dari suatu penelitian. Pelaksanaan kegiatan penelitian terdapat pada tahap verifikasi data ini. Pada tahap inilah temuan dari suatu penelitian diperoleh. Kalau pada, dua tahap sebelumnya penekanan kegiatan hanya pada mendudukkan permasalahan, maka. pada tahap verifikasi data realisasi dari segala perencanaan itu diterapkan. Rumusan masalah dan hipotesis atau pertanyaan-penelitian tidaklah ada artinya bila tidak dilanjutkan dengan kegiatan verifikasi data. Rumusan masalah dan hipotesis hanyalah angan-angan semata, bila tidak diikuti oleh kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, dan pengujian hipotesis serta penarikan kesimpulan. Itulah sebabnya kegiatan verifikasi data merupakan init kegiatan dari suatu penelitian. Berdasarkan hasil penelitian (baik lapangan maupun kepustakaan) inilah disusun sebuah karya tulis, yaitu karya tulis ilmiah.


1.3 Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah

Telah dijelaskan bahwa karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang dihasilkan dengan menggunakan metode ilmiah yang pelaksanaannya dilakukan secara sistematis, kritis dan teliti. Melalui prosedur kerja yang seperti inilah muncul karya tulis ilmiah. Secara umum orang cenderung beranggapan bahwa karya tulis ilmiah ini terdiri dari makalah dan laporan penelitian. Anggapan ini tidaklah ada salahnya, akan tetapi juga tidak ada salahnya untuk membagi anggapan tersebut atas pembagian berikut.












Gambar 1. Bagan Pembagian Jenis Karya Tulis Ilmiah

Makalah merupakan suatu karya tulis ilmiah yang membahas suatu permasalahan. Biasanya penulisan dimaksudkan untuk dibicarakan dalam suatu pertemuan ilmiah (seminar, konfrensi, musyawarah dan lain-lain) atau dalam upaya memperbaiki/meningkatkan suatu program tertentu.

Bagi kalangan mahasiswa, makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas-tugas (akhir) yang diberikan oleh dosen atau sebagai tugas akhir pengganti skripsi (bagi mahasiswa yang mengambil jalur makalah). Berdasarkan sasaran akhir dari penulisan makalah ini, maka jenis makalah dapat dibedakan atas tiga, yaitu;

  1. Makalah sebagai pelengkap tugas-tugas perkuliahan mata kuliah tertentu, makalah tugas,
  2. Makalah sebagai pelengkap tugas akhir untuk menyelesaikan suatu program studi, sebagai pengganti skripsi, dan
  3. Makalah sebagai wadah untuk suatu pembicaraan dalam pertemuan ilmiah, makalah seminar.

Dalam menulis makalah, tidak seluruh metode ilmiah dipergunakan. Namun hal ini bukan berarti bahwa keilmiahan sebuah makalah akan hilang. Pada satu sisi, ada makalah yang disusun hanya berdasarkan pada pola berpikir rasional, yaitu dengan mengandalkan kajian teoritis. Pada sisi yang lain, ada makalah yang pembahasannya hanya didasarkan pada data empiris yaitu berupa pemaparan dan pendeskripsian temuan-temuan di lapangan. Berdasarkan kenyataan-ini, maka kerangka berpikir penciptaan makalah dapat dilakukan secara, deduktif atau induktif. Pembahasan sebuah permasalahan dalam bentuk makalah biasanya diuraikan dalam tiga bagian pokok, Yaitu : (1) pendahuluan atau pengajuan masalah, (2) pembahasan atau pemecahan masalah, dan (3). penutup atau kesimpulan. Melalui ketiga bagian pokok inilah segala permasalahan diuraikan sehingga menjadi sebuah makalah.

Bagaimanakah halnya dengan artikel? Pada hematnya antara makalah dengan artikel terdapat kesamaan. Hal ini disebabkan karena proses penyusunan kedua jenis tulisan tersebut menggunakan kerangka, berpikir yang sama, yaitu pola berpikir deduktif atau induktif. Kalaupun terdapat perbedaan, maka perbedaan itu cenderung terletak pada pola penyampaian dan tujuan penulisan. Artikel merupakan jenis karya tulis, ilmiah yang dimaksudkan untuk dipublikasikan melalui media cetak (koran, majalah, atau tabloid). Akibat sasaran/tujuannya adalah publikasi, maka, pola penyampaiannya banyak sedikitnya telah mempertimbangkan calon pembaca. Dengan demikian kemurnian keilmiahan terhadap pembahasan masalah tentu terpengaruh. Bahasa yang digunakan telah direkayasa sedemikian rupa. Artinya kata-kata atau kalimat yang dipakai disusun dengan mempertimbangkan calon pembaca. mungkin inilah sebabnya artikel ini sering juga disebut dengan tulisan semi ilmiah atau tulisan kreatif. Dalam pembicaraan selanjutnya artikel ini tidak akan dibicarakan.

Berbeda dari makalah, laporan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi) disusun dengan menggunakan kerangka berpikir yang komplek. Landasan berpikir dari skripsi, tesis, dan disertasi tidak hanya pada satu pola berpikir (deduktif atau induktif), akan tetapi didasarkan kepada kedua pola berpikir tersebut. Gabungan kedua pola pikir off ilmiah inilah yang melahirkan metode ilmiah yaitu logika, hipotesiko, dan verivikatif. Dengan kata lain, skripsi, two tesis, dan disertasi selalu melalui tahapan pengajuan masalah, kajian teori, hipotesis/pertanyaan, verifikasi data, dan kesimpulan. Akibat adanya perbedaan ini, maka proses menghasilkan makalah jauh lebih mudah dari pada proses menghasilkan skripsi, tesis, atau disertasi. Akan tetapi, hasil dari penulisan skripsi, tesis, disertasi, atau laporan penelitian jauh lebih bermakna, setidak tidaknya dalam dunia akademik, yaitu dalam rangka meraih gelar sarjana, master (magister), atau doktor. Prosedur menghasilkan sebuah laporan penelitian (skripsi, tesis, disertasi, atau laporan penelitian) memang tidak mudah. Banyak proses dan tahapan yang harus dilalui. Pada umumnya tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut. (Secara terinci, langkah-langkah penulisan karya tulis ilmiah akan dibicarakan pada Bab II).
































Gambar 3 : kerangka dasar penyusunan skripsi, tesis dan disertasi.

aitu melalui analisis empiris.

Berdasarkan garis besar tahapan di atas, seolah-olah antara skripsi, tesis dan disertasi adalah sama. Apakah memang demikian halnya ? Sebenarnya antara skripsi, tesis dan disertasi tidaklah sama. Ketidaksamaan tersebut pada hakikatnya terletak pada tingkatannya (perbedaan gradual). Lebih lanjut Sudjana (1988 : 96) mengemukakan kemungkinan perbedaan tersebut terletak pada hal-hal berikut :

Kemungkinan Perbedaan Skripsi – Tesis – Disertasi

Aspek/Unsur

Skripsi (S1)

Tesis (S2)

Disertasi (S3)

1. Permasalahan




2. Variabel



3. Tujuan








4. Metodologi Penelitian



5. Analisis Data




6. Skala Pengukuran

Masalah dapat diangkat dari pengalaman empirik, sifatnya tidak terlalu spesifik/mendalam/analitik asal cukup jelas dan terbatas


Bias satu variable, atau hubungan dua variable bevariabel


Mendeskripsikan variable dan atau hubungan dua variable







Histories atau deskriptif, studi korelasi



Statistika deskriptif dan atau estetika analitik sederhana non parametric



Ordinal, nominal dan atau interval

Diangkat dari pengalaman empirik atau dari berpikir teoritik, sifat mengarah kepada yang spesifik teoritik


Minimal hubungan dua variable multi variat


Mendeskripsikan dan mengkaji secara analitik hubungan / pengaruh variable






Expost facto, quasi experiment (semi eksperimen)


Statistika deskriptif dan statistik non paramerik dan atau non paramerik


Minimal, nominal dan interval


Diangkat dari kajian teoritik yang didukung oleh fakta empirik sifat lebih speifik/mendalam (analitik)


Dua variable multivariate atau tiga variable


Menguji atau menemukan hubungan antar variable dan pengaruh variable satu terhadap variable lain



Eksperimen minimal semi eksperimen



Statistika deskriptif dan statistika analitik/inferensial statistika paramerik


Interval rasio kecuali untuk penelitian kualitatif


Selain dari perbedaan di atas, dari segi manfaat juga terdapat perbedaan, yaitu skripsi di buat untuk memperoleh gelar kesarjanaan, tesis untuk meraih gelar magister atau master, dan disertasi untuk meraih gelar doctor.

Pada uraian terdahulu telah dijelaskan bahwa antara makalah dengan skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian terdapat perbedaan, terutama dalam hal kerangka berpikir. Perbedaan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut. (Sudjana, 1988 : 18)


PERBEDAAN KERANGKA BERPIKIR ANTARA

MAKALAH DENGAN SKRIPSI, TESIS DAN DESERTASI




Sekalipun terdapat perbedaan antara makalah dengan skripsi, tesis, desertasi, dan laporan penelitian, kelima jenis tulisan tetap karya tulis ilmiah. Hal ini disebabkan karena kelima jenis tulisan itu memiliki pola yang sama. Kesamaan itu setidak-tidaknya adalah dalam hal (1) adanya pengajuan masalah, (2) adanya kaitan teori sebagai landasan dalam pembahasan, (3) adanya kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan


1.4 Karya Tulis Ilmiah Dan Non Ilmiah

uraian-uraian pada bab terdahulu telah menjelaskan perihal karya tulis ilmiah. Kenyataan memperlihatkan ada tulisan ilmiah, tentu ada pula karya tulis yang tidak ilmiah. Kenyataan memperlihatkan bahwa memang ada karya tulis yang bukan merupakan karya tulis ilmiah. Dengan kata lain, ada karya tulis yang ditulis dengan tidak menggunakan kerangka berpikir ilmiah dari metode ilmiah. Karya-karya tulis yang seperti ini sering disebut dengan karya fiksi atau karya tulis dalam bentuk cerita.

Antara karya tulis ilmiah dengan karya yang non ilmiah ini banyak terdapat perbedaan. Pada hakekatnya perbedaan itu dapat ditinjau dari beberapa titik pengamatan. Untuk jelasnya perhatikanlah table berikut,

Table 1. Perbedaan Antara Karya Tulis Ilmiah Dengan Non Ilmiah

No

Titik pengenalan

Karya tulis ilmiah

Karya tulis non ilmiah

(1)

(2)

(3)

(4)


  1. Akhir-akhir ini tuntutan terhadap kemampuan menulis karya ilmiah semakin dirasakan. Tidak saja dikalangan kaum akademik, dan intelektual, kebutuhan kemampuan inipun disadari oleh kalangan lain.
  2. secara tegas karya ilmiah dapat dibedakan atas makalah, skripsi, tesis, desertasi dan laporan penelitian
  3. seorang penulis karya ilmiah haruslah memiliki sikap ilmiah, yaitu terbuka, jujur, kritis, teliti, tidak Mudah percaya sebelum ada pembuktian, tidak cepat putus asa, dan tidak cepat puas sebelum pekerjaannya selesai.
  4. Kerangka berpikir yang dipakai dalam menulis karya ilmiah adalah berpikir i1miah, misalnya berpikir dedukatif dan induktif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode ilmiah, yaitu metode logiko hipatiko, dan verifikatif.
  5. Selain dari karya tulis ilmiah, juga terdapat karya tulis non-ilmiah, Untuk membedakan kedua jenis karya tulis ini dapat ditentukan dari berbagai titik pengamatan. Misalnya, permasalahan, bahasa, efek bagi pembaca, pola pengembangan tujuan, jenis, dan lain-lain.


Pertanyaan Latihan

Petunjuk

Pahamilah rangkaian pertanyaan berikut ini dengan baik, kemudian buatlah jawaban Saudara pada kertas bergaris sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh soal.

Pertanyaan

  1. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan menulis dan menulis karya ilmiah.
  2. Bandingkanlah antara, tulisan ilmiah dengan tulisan non-ilmiah. Berdasarkan perbandingan tersebut kemukakan komentar Saudara.
  3. Apa-apa sajakah yang termasuk ke dalam jenis karya tulis ilmiah? Jelaskanlah jawaban Saudara tersebut.
  4. Jelaskanlah peranan berpikir dalam menulis karya i1miah.
  5. Bagaimanakah landasan, berpikir, makalah, skripsi, tesis, dan desertasi?
  6. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan berpikir induktif dan berpikir deduktif. Berilah contoh uraian Saudara tersebut.
  7. Uraikan dan jelaskanlah yang dimaksud dengan metode ilmiah!
  8. Bagaimanakah peran karya tulis i1miah dalam menyangga ilmu pengetahuan alam?
  9. Uraikan dan jelaskanlah bagian-bagian pokok yang ada dalam pengembangan suatu makalah.

Tidak ada komentar: