DIADOPSI DARI BERBAGAI SUMBER
MODUL
PEMBELAJARAN
( UNTUK GURU-GURU DAN MAHASISWA FKIP)
di olah oleh
DRS.SUKARNI.MSi
FKIP UIR PEKANBARU
2008
TINJAUAN TENTANG TEORI BELAJAR MENGAJAR
PENGERTIAN BELAJAR
Belajar pada hakekatnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk merobah tingkah lakunya kearah yang positif baik dengan ilmu pengetahuan baru maupun dengan berbagai keterampilan-keterampilan baru.
Dari definisi diatas dapat di indentifikasikan ciri-ciri dari belajar sebagai berikut:
1. Belajar adalah kegiatan aktifitas yang menghasilkan perobahan pada individu maupun kepada kelompok yang belajar, baik atual maupun potensial.
2. Perobahan itu pada hakekatnya didapatnya kemampuan baru yang berlaku untuk jangka waktu yang relatif lama.
3. Perobahan itu terjadi karena usaha yang sadar.
Sering belajar didefinisikan oleh siswa maupun oleh para guru dengan definisi yang salah. Siswa mendefinisikan belajar adalah dengan membaca atau menuntut ilmu disekolah, hal ini terjadi karena para guru mendefinisikan belajar dengan arti yang amat sempit. Sering kali terdengar bahwa guru menyamakan bahwa belajar adalah juga dengan membaca buku. Sehingga gurupun mengajar hanya dengan mentranfer pengetahuan kepada anak didiknya tanpa harus memperhatikan situasi dan kondisi anak didik itu sendiri.
Dari definisi yang sering terdengar tersebut, jelas sulit untuk mencapaitujuan dari belajar itu sendiri begitu juga dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena hal-hal yang sebenarnya harus diperhatikan akan terlupakan.
Atau ada juga ilustrasi lain, dimana apabila mendengar kata “belajar” akan langsung mengingat seseorang pada ruangan kelas dan sekolah. Setting yang demikian adalah kebiasaan yang amat sempit, karena pada hakekatnya seseorang itu belajar pada hakekatnya dimulai semenjak dia baru lahir.
Tentang belajar banyak para ahli yang mencoba teori belajar definisinya, namun secara global teori belajar ini dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok :
1. Teori belajar behavioristik
2. Teori belajar coknitif
3. Teori belajar humanistik
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Teori belajar Behavioristik ini dikelompokkan lagi menjadi 2 kelompok besar
1. Teori Belajar Koneksionisme (Teori Thorndike)
2. Teori Belajar Conditioning
Teori Belajar Koneksionisme
Teori belajar ini dikembangkan pada tahun 1913, 1932, 1935 dan 1968. Menurut teori ini Belajar pada hewan berlangsung sama dengan belajar pada manusia, yaitu pembentukan asosiasi antara kesan penca indra dengan kecendrungan untuk belajar
Proses belajar oleh Thorndike ini disifatkan sebagai learning selcting and conecting. Proses belajar berlangsung secara trial and error yang berlangsung menurut hukum tertentu. Hukum tertentu yang dimaksudkannya adalah :
1. Hukum kesiapan
2. Hukum latihan
3. Hukum efek
Hukum kesiapan akan berlaku dalam keadaan tertentu antara lain adalah :
a. Seseorang cendrung untuk melakukan tindakan karena tindakan tersebut menimbulkan kepuasan oleh karena itu ia tidak melakukan tindakan lain, sehingga tindakan yang dilakukannya dikerjakan dengan sepenuh hati.
b. Seseorang yang tidak jadi melakukan pekerjaan atau tindakan, hal ini karena tindakan yang dilakukan hanya untuk mengurangi atau menentralisir kekecewaan yang atau ketidak puasannya. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan tidak dengan sepenuh hati.
c. Seseorang yang cendrung untuk tidak melakukan tindakan apapun, akan tetapi karena ia dipaksa untuk melakukan tindakan tersebut maka ia melakukannya.
Hukum kesiapan ini mengandung makna bahwa kegiatan belajar dapat berlangsung dengan efektif apabila siswa telah memiliki kesiapan untu belajar, sehingga siswa tersebut belajar dengan sepenuh hati.
Hukum Latihan menyatakan bahwa antara kondisi dan tindakan akan menjadi kuat karena latihan. Hukum ini merupakan justifikasi tentang perlunya seseorang yang belajar untuk berlatih atau diberi latihan yang diberikan diharapkan pelajaran yang diberikan akan diulang-ulang, semakin sering diulang maka semakin terkuasai bahan yang diberikan tersebut.
Hukum Efec menyatakan bahwa kegiatan belajar itu akan berlangsung dengan efesien fan efektif apabila belajar itu sendiri membawa efek yang menyenagkan bagi siswa yang belajar. Salah efek yang menyenagkan misalnya pujian atau hadiah. Belajar yang mempunyai efek yang menyenangkan akan cendrung untuk diulangi, sedangkan pelajaran yang mempunyai efek yang tidak menyenangkan cendrung untuk tidak diulangi.
Secara praktis pada hakekatnya hukum efek ini cendrung akan mengkaji masalah hadiah dan hukum, seseorang yang memperoleh hadiah dari perbuatannya akan cendrung untuk mengulangi perbuatan tersebut, sedangkan seseorang yang cendrung memberi hukuman dari perbuatannya cendrung untuk ditinggalkan.
Contoh, seorang anak kecil jika mengulurkan tangan kanan dalam menerima sesuatu akan mendapatkan hadiah dan pujian, sehingga perbuatan yang demikian akan cendrung untuk diulangi, sebaliknya jika dia mengulurkan tangan kirinya sering mendapatkan hukuman, maka mengulurkan tangan kiri inipun cendrung untuk tidak dilakukan lagi.
Hukum ini menuntut kepada guru untuk dapat memperhatikan dalam memberikan hukuman dan selaan kepada siswanya.
Masih ada satu lagi konsep dari Thorndike yang perlu dikemukakan disini, yaitu tranfer of training konsep ini mengandung makna bahwa apa yang pernah dipelajari atau dilatihkan di sekolah hendak bermakna bagi kehidupan siswa dalam kesehariannya, dengan kata lain materi yang diterima siswa tersebut disekolah hendaknya dapat diteransferkan dalam kehidupan sehari-harinya dalam masyarakat. Akan tetapi jika materi yang diberikan hanya terbatas kegunanya sebatas lingkungan sekolah maka sekolah itu hampir tidak ada maknanya bagi siswa tersebut. Konsep ini sering juga disebut dengan nama teoriberunsur indentik yang menyatakan bahwa hasil latihan dapat ditransfer apabila pengalaman belajar disekolah banyak mengandung unsur yang indentik dengan masalah kehidupan sehari-hari siswa tersebut di masyarakat.
Teori Belajar Conditioning
Teori belajar ini dipelopori oleh Pavlov (1927) Watson (1970) Gotrie (1935 dan 1942), Skiner (1938, 1948)
TEORI CLASSICAL CONDITIOANING dan PAVLOV
Pavov mengadakan percobaan terhadap seekor Anjing dengan meletakkan suatu alat di dekat mulut anjing tersebut. Guna alat tersebut untuk mengetahui apakah kelenjar air ludah anjing tersebut keluar atau tidak. Setelah itu anjing tersebut diberi makan, yang kemudian saat memberi makan anjing tersebut di ikuti dengan memberikan isarat lain seperti bunyi lonceng, lama kelamaan hanya dengan membunyikan lonceng saja air liur anjing tersebut keluar. Eksperiment klasik ini menghasilkan suatu konsep bahwa tingkah laku tertentu dapat dibentuk. Dipelajari melalui latihan/dengan pengaturan dan manipulasi lingkungan yang direncanakan.
Dari percobaan tersebut Pavlov kemudian menyimpulkan bahwa dua stimulus :
1. unconditioning stimulus
perangsang tak bersarat atau perangsang alami, artinya perangsang yang secara alami memang dapat menimbulkan respon tertentu, misalnya makanan bagi anjing.
2. conditioning stimulus
atau perangsang bersyarat yaitu perangsang yang secara alami tidak dapat menimbulkan respon, akan tetapi melalui proses persyaratan yang dapat menimbulkan rangsangan atau respon.
Inti dari teori ini adalah tingkah laku tertentu dapat dibantu dengan melakukan “pancingan” dengan sesuatu yang memang dapat menimbulkan tingkah laku itu.
TEORI CONDITIONING DARI WATSON
Watson mengadakan percobaan dengan menggunakan kelinci yang dibalut dengan kain kemudian memperlihatkan kelinci tersebut kepada anak yang takut akan kelinci tersebut, kemudian pada saat anak tersebut sudah melihat kelinci tersebut maka sianak akan menjerit sekuat kuatnya karena saking takut akan kelinci tersebut, akan tetapi dengan melakukan secara berulang-ulang maka pada percobaan yang berikutnya si anak akan berkurang rasa takutnya sampai akhirnya anak tersebut tidak lagi merasa takut akan kelinci tersebut.
Inti dari teori ini mengemukakan bahwa perasaan takut dapat dirobah menjdai perasaan tidak takut dengan melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang.
TEORI OPERAN CONDITIONING DARI SKINER
Skiner membedakan dua macam response :
1. Respondent response
Yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang tertentu, dengan perkataan lain respond ini timbul memang sudah seharusnya ada dalam diri seseorang, seperti makanan yang enak mengundang selera makan. Perangsang yang demikian sering juga disebut dengan elicting stimuli. Pada umumnya perangsang yang demikian didahului oleh respon yang ditimbulkannya.
2. Operance response
Yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang yang terdahulu, sering juga disebut dengan reinforcing stimuli karena perasaan tersebut memperkuat response yang telah mendahuluinya.
Didalam kenyataannya respon jenis yang pertama sangat terbatas adanya pada manusia dengan kata lain belum tentu manusia mempunyai response yang sama terhadap peransang yang sama, sedangkan jenis yang kedua merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia.
KOGNITIF
Teori Gestal (Kofka, Kohler, wertheirmer)
- Pengalaman belajar berstruktur dalam bentuk keseluruhan yang bersumber dari insignt
Insignt dipengaruhi oleh :
1. Kemampuan dasar
2. Pengaturan situasi
3. Pengalaman masa lampau
4. Didahului dengan coba-coba
Hukum Gestal dalam pengalaman
Hukum umum
- Mengamati sesuatu dengan arti tertentu
1. Hukum kesamaan
X – o
X – o cendrung diamati tegak lurus
X – o
2. Hukum keterdekatan
3. Hukum ketertutupan
4. Hukum Kontinitas
II Teori Medan
1. Belajar – merubah struktur kognitif 0 0 0
0 0 0
0 0 0
2. Peranan Hadiah dan hukuman
- Hadiah – cendrung disukai (motivasi)
- Hukuman – menghambat
3. Masalah Sukses dan gagal
- Sukses – gairah – berusaha lebih lanjut
- Gagal – malu – hilang semangat
4. Tarap Aspirasi – keginginan- sesuai dengan kemampuan
TEORI CONDITIONING DARI GUTRIE
Teori ditemukan untuk merubah kebiasaan yang kurang baik menjadi kebiasaan yang lebih baik. Secara keseluruhan inti dari teori ini menyatakan bahwa tingkah laku manusia merupakan unit-unit tingkah laku yang saling memberi respon/reaksi terhadap stimuli yang timbul dari masing-masing unit tingkah laku tersebut.
Gutrie memberikan beberapa metode yang dapat dilakukan untuk merubah kebiasaan seseorang, methode-methode yang dikemukakan oleh guyrie antara lain adalah:
1. Metohde Respon Bertentangan
Untuk menghilangkan kejinakan anak terhadap sesuatu benda atau hal maka gutrie mengajurkan agar dilakukan memberikan hal yang tidak disukainya tersebut sampai anak itu sendiri merasa bahwa hal yang semula tidak disukai atau yang dijijikannya menjadi disukainya atau anak tersebut tidak lagi merasa jijik terhadap hal tersebut, seperti misalnya anak yang takut dengan kucing, maka letakanlah benda yang paling disukai anak tersebut dekat dengan kucing misalnya boneka kesayanganya sampai akhirnya anak itu sendiri mengambil misalnya tersebut.
2. Metohde Membosankan
Jika ingin merobah tingkah laku anak dari yang biasa dilakukan, berikanlah apa yang akan dirobah tersebut sepuas-puasnya sampai akhirnya anak tersebut merasa bosan sendiri untuk melakukan tingkah laku yang demikian,misalnya jika melerang anak merokok maka suruh anak itu merokok sebanyak banyaknya sampai anak itu bosan sendiri merokok di saat itu,akan tetapi hal seperti itu harus di lakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali waktu saja.(?)
3. Metohde Mengubah Lingkungan
Misalnya anak yang sering cekcok dengan orang tuanya, maka dianjurkan agar anak tersebut dapat diungsikan dulu buat sementara waktu ketempat famili sampai ada yang rindu dalam arti si anak untuk berjumpa dengan orang tuanya maka baru pada saat itu anak tersebut dikembalikan kepada orang tuanya atau misalnya dalam belajar dengan merobah posisi tempat duduk maka akan meolong ketidak senangan anak berada dalam kelas
TEORI BELAJAR KOGNITIF
1. Teori belajar gestalt dan kofka
Dalam teori ini amat prinsip di kemukakan bahwa insight(pengertian)adalah inti dari belajar,karena apa yang di pelajari hendaknya dapat di mengrti dan di pahami oleh si pelajar itu sendiri,belajar hendaknya selalu insightful learning.
Selanjutnya dikemukakan bahwa antara insihg dan insightful learning itu sendiri akan berlaku dengan pertimbangan sendiri.
a. insight tergantung pada pengaturan situasi yang dihadapi, insigtful learning hanya mungkin diperoleh apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga aspek yang diperlukan tersembunyi, kegunaanya untuk menjelaskan akan menjadi sukar dilakukan.
b. Insightful learning akan sangat tergantung kepada kemampuan dasar yang dimiliki oleh sianak, sedangkan kemampuan dasar itu sendiri akan sangat tergantung kepada :
(a) Umur
(b) Keanggotaan dalam suatu spesis
(c) Perbedaan individual dalam suatu apesies
c. insight tersebut akan sangat tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan, latar belakang kehidupan akan menentukan terjadinya insight akan tetapi tidak menjamin terjadinya.
d. insight didahului periode mencari dan mencoba-coba, sebelum memecahkan masalah subjek mungkin melakukan hal-hal yang kurang relevan terhadap pemecahan masalah tersebut.
e. Pemecahan masalah dengan pengertian dapat diulangi dengan mudah sekali telah dapat memecahkan soal dengan pengertian maka orang tersebut akan dengan mudah memecahkan soal berikutnya.
f. Sekali insight diperoleh maka lalu dapat diulangi/digunakan untuk menghadapi berbagai situasi.
Dapat disimpulkan bahwa insight ini akan dipengaruhi oleh :
1. Kemampuan dasar
2. Pengetahuan sedang
3. Pengetahuan masa lampau
4. Didahului oleh coba-coba
Dalam pengetahuan sehari-hari maka dipengaruhi oleh hukum-hukum tertentu :
1. Hukum kesamaan
Seseorang cendrung mengamati hal-hal yang sama yang saling berdekatan
2. Hukum keterdekatan
Seseorang cendrung mengamati sesuatu yang berdekatan
3. Hukum ketertutupan
Hal-hal yang tertutup cendrung menarik perhatian seseorang
4. Hukum kontinuitas
Hal-hal yang berkelanjutan lebih banyak menyita perhatian seseorang
Dari hukum-hukum ini diperoleh bahwa dalam menyajikan pelajaran, contoh-contoh yang akan diberikan sebaiknya memperhatikan hukum-hukum di atas, contoh-contoh yang diberikan punya kesamaan yang dengan kehidupannya dekat dengan lingkunganya. Serta mengundang keingintahuan juga harus berkesinambungan.
2. Teori Belajar Medan
Teori belajar medan mula-mula dikembangkan oleh Kurt Lewin prinsip-prinsip yang dikemukakan sebelumnya diakui oleh Lewin dan ditambah dengan unsur-unsur baru diantaranya adalah :
a. Belajar adalah pengubahan struktur kognitif, pemecahan problem hanya terjadi apabila struktur kognitif diubah. Pengubahan struktur kognitif tersebut seperti contoh dibawah ini :
Soal : Hubungkanlah kesembilan titik dibawah ini dengan empat buah garis lurus tanpa mengakat pensil anda.
Kebiasaan siswa dengan melihat gambar tersebut siswa akan berfikir bahwa titik tersebut nantinya akan membentuk sebuah persegi empat, sesungguhnya anggapan demikian adalah salah. (coba anda fikirkan)
b. Peranan hadiah dan hukuman, hadiah dan hukuman adalah sarana untuk memotivasi siswa. Akan tetapi dalam penggunaannya memerlukan pengawasan yang cukup dari guru. Nilai yang baik bagi siswa adalah sesuatu yang mereka inginkan, akan tetapi tugas bagi mereka adalah sesuatu yang memberatkan, pada hal untuk memperoleh nilai yang baik mereka harus dapat mengerjakan tugas dengan baik pula. Akan tetapi kecendrungan mereka yaitu dengan tidak mengerjakan tugas dengan baik akan tetapi memperoleh nilai yang baik. Untuk menghindari hal yang demikian maka perlu dilakukan pengawasan dengan baik, karena tigas dinggap sebagai hukuman, sedangkan nilai dianggap sebagai hadiah.
c. Masalah sukses dan gagal. Motivasi yang lain yang dianggap penting adalah pengalaman sukses dan gagal pada masa lalu. Pengalaman sukses itu diperoleh dalam berbagai keadaan antara lain :
- Pengalaman sukses dialami seseorang apabila seseorang itu mendapatkan apa yang diinginkannya, seperti seorang mahasiswa yang benar-benar ingin lulus ujian untuk suatu program, dan mahasiswa tersebut benar-benar lulus maka keadaan yang demikian adalah sesuatu kesuksesan.
- Pengalaman sukses juga dapat dialami apabila seseorang telah sampai pada suatu daerah yang diinginkannya.
- Pengalaman sukses juga dapat diperoleh apabila seseorang telah merasa mengalami kemajuan kearah yang ingin dicapai.
- Pengalaman sukses juga dapat dirasakan oleh seseorang apabila telah berbuat dalam cara yang oleh masyarakat dianggap sesuatu yang menyenangkan.
H. TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Dalam dunia pendidikan teori humanistik mulai muncul pada tahun 1960 an. Tokoh humanistik yang terkenal adalah Combs dan Maslov.
1. Teori Belajar umanistik Menurut COMBS
Inti dari teori belajar yang dikemukakan oleh Combs menyatakan bahwa jika seseorang ingin memahami perilaku orang lain, maka orang tersebut terlebih dahulu harus memahami persepsi orang tersebut.
Apabila kita ingin merobah perilaku seseorang maka kita terlebih dahulu harus berusaha untuk merobah keyakinan dan pandangan orang tersebut. Combs menyatakan bahwa perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Lebih jauh Combs menyatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya adalah implikasi dari ketidak mampuan seseorang untuk berbuat kepuasan terhadap dirinya sendiri. Banyak guru beranggapan bahwa siswa yang mau belajar apabila subjek matternya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Pada hal “arti” tidaklah menyatu dengan subjekc matter. Dengan perkataan lain sesungguhnya individu lah yang akan memberikan arti terhadap subject matter tersebut. Sehingga yang penting adalah bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi peribadinya dari subject matter tersebut, bagaimana siswa dapat mengunakan subject matter itu dengan kehidupan sehari-hari.
Suatu ilustrasi disebutkan bahwa makin jauh sesuatu peristiwa dari persepsi seseorang maka makin jauh pula/makin kurang pengaruh peristiwa tersebut bagi individu. Atau hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri seseorang makin mudah hal tersebut dilupakan.
2. Teori Belajar Humanistiuk Dari Maslov
Terdapat berbagai perasaan takut, seperti takut untuk berlambang, takut untuk mengalami ketuaan serta takut untuk berusaha, takut mengambil kesempatan dan sebagainya.
Untuk mengajak seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan maka hal perlu dilakukan adalah dengan menghilangkan perasaan takut tersebut. Menghilangkan perasaan takut tersebut dilakukan dengan menimbulkan suatu kepercayaan diri, atau dengan memenuhi kebutuhan dari individu tersebut.
I. TEORI MENGAJAR
Mengajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar untuk merobah tingkah laku atau memberikan keterampilan baru kepada seseorang.
Beberapa teori mengajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain adalah:
1. Teori Mengajar Bruner
Bruner berpendapat bahwa mengajar hendaknya:
a. Menguraikan pengalaman belajar yang perlu ditempuh oleh siswa
b. Menguraikan cara organisasi batang tubuh ilmu pengetahuan yang akan dipelajarinya
c. Menguraikan secara sistematis pokok-pokok bahasan yang akan diajarkan kepada siswa
d. Menguraikan pengautan-pengautan dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan
Bagi Bruner mengajar adalah penyajian konsep-konsep dan masalah secara bertahap dalam bentuk yang mudah untuk dipahami.
Bruner mengemukakan beberapa tekhnik penyajian :
a. Sibolik berupa penggunaan bahasa dalam penyajian ide objek dengan memperhatikan (perkembangan kejiwaan anak)
b. Ikonik berupa penggunaan gambar dalam penyajian konsep terhadap siswa penyajian ini bersifat abstrak
c. Enaktif berupa kegiatan kognitif dalam bentuk gerak psikomotor, artinya si pelajar dan guru langsung mepraktek apa yang diajarkan.
Bila seseorang siswa mengalami kesulitan dalam menerima pelajar dengan pemberian secara simbulik atau dengan pemberian objek oleh guru secara verbal, maka guru akan melanjutkan dengan mempergunakan cara ikonoiik akan tetapi masih dalam bentuk abstrak dan kalu siswa masih juga belum mengerti apa yang diterangkan maka selanjutnya guru mengajak siswa untuk mempraktekan langsung atau langsung siswa diajak kedalam situasi yang sesungguhnya.
TEORI MENGAJAR BRUNER
Mengajar Guru harus.
1. Menguraikan pengalaman yang akan ditempat
2. Menguraikan Batang Tubuh organisasi pelajaran
3. Menguraikan secara sistematis pokok bahasan yang akan disajikan
4. Menguraikan panutan
Cara penyajian
1. Enaktif – Praktek langsung
2. iKonik – Pengeluaran gambar
3. Simpolik – Permohonan bahasa untuk menyajikan konsep
Ausubel :
1. mengidentifikasi yang sudah diketahui siswa
2. menerangkan apa yang perlu diketahui
3. bagaimana cara menstrukturkannya
Konsep
1. Bahan pengait – bahan pembantu untuk pembuat materi
2. Belajar bermakna –
1. Makna logis – tak perlu di perdebatkan
2. Makna psikologis – menurut individu
Gagna – Kondisi belajar (penataan siswa belajar)
Mencakup :
1. motivasi
2. arah minat
3. evaluasi hasil
J. TEORI MENGAJAR AUSUBEL
Dalam teori mengajar menurut Ausubel ini sering juga disebutkan bahwa mengajar adalah memberikan bahan verbal yang bermakna bagi siswa.
Inti utama dalam mengajar ialah mengindentifikasi apa yang telah diketahui siswa dan menerangkan apa yang perlu diketahuinya lebih lanjut serta bagaimana menstrukturkannya sehingga apa yang dipelajarinya tersebut mudah untuk dipahami sebagai sesuatu kebulatan pengetahuan yang utuh.
Berhubungan dengan itu maka Ausubel mengemukakan konsep antara lain:
a. Bahan pengait
Berupa bahan atau materi pelajaran lain akan tetapi sangat mendukung dan berkaitan dengan materi yang akan atau sedang diajarkan, sehingga guru dituntut untuk tahu dan dapat mempelajari bahan-bahan lain yang berkaitan dengan materi yang disaksikan. Seperti jika seorang guru menerangkan gerhana materi total maka bahan pengaitannya adalah perdasaran planet.
b. Belajar bermakna
Mempelajari bahan pelajaran dengan berusaha menghayati makna logis makna psikologis dari materi yang disajikan.
- Makna logis, yaitu makna yang terdapat dalam kamus atau dengan perkataan lain adalh makna yang tidak terbantahkebenarannya.
- Makna psikologis, yaitu makna menurut persepsi seseorang terhadap yang diterimanya, sehingga bisa saja makna psikologis ini akan berbeda-beda masing-masing orang.
Beberapa Definisi Mengajar
1. Mengajar – menanamkan pengetahuan pada anak
2. Mengajar – menyampaikan kebudayaan pada anak
3. Mengajar – mengatur lingkungan – terjadi PBM
Gaya Mengajar
Guru harus memahami :
1. mampu dan mampu melaksanakan komunikasi dengan baik
2. mampu mengintegrasi diri dengan bahan yang diajarkan
3. mengenal dengan baik burid-muridnya
4. menguasai belajar dengan baik
Gaya mengajar
1. cara berdiri di muka kelas
2. cara bergerak dan berjalan di kelas
3. gerakan-gerakan tangan yang dilakukan
4. pandangan mata
5. mimik dan gerak muka
6. suara
7. sikap berdiri
8. cara menulis
9. cara bertanya
10. cara menenangkan kelas
11. cara memuji
K. TEORI MENGAJAR GAGNE
Menurut Gagne mengajar sesungguhnya adalah penataan situasi dan kondisi belajar seseorang, dan orang yang belajar itulah yang sesungguhnya yang akan berusaha untuk mencari sendiri, sedangkan guru hanya akan menata situasi sedemikian rupa.
Dalam menata situasi mencakup beberapa hal antara lain adalah :
a. motivasi
b. arah minat dan perhatian
c. evaluasi hasil belajar
Prinsip-prinsip belajar
1. Tujuan belajar harus dikatahui anak
2. Tujuan belajar perkalian dengan kehidupan anak
3. Tujuan berharga bagi siswa
4. Proses dan hasil belajar berpusat berhubungan dari acuan
5. Dalam proses siswa terlibat dan mengalami
6. Anak didik bereaksi suatu keseluruhan, jasmani dan rohani
7. Siswa akan bereaksi apabila lingkungan mengandung arti baginya
8. Dalam belajar anak memerlukan bimbingan
9. Yang diperoleh dari belajar adalah suatu kesatuan atau tidak terpotong-potong
10. Harus ada tujuan sampingan selain tujuan utama.
MASAALAH BELAJAR
Secara garis besarnya faktor penyebab kesulitan belajar siswa itu dapat dikelompokkan kedalam 2 bagian :
1. Faktor Internal
2. Faktor eksternal
1. Faktor internal
Yang dapat digolongkan kedalam faktor internal ini adalah semua penyebab kesulitan belajar yang disebabkan/berasal dari dalam diri siswa itu sendiri antara lain adalah :
A. Faktor Jasmaniah
a. Kesehatan
Kesehatan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar yang dilalui, sehingga juga akan berpengaruh langsung terhadap prestasi belajarnya. Sehingga pada tempatnyalah seseorang/ guru menganjurkan siswanya untuk selalu menjaga kesehatan dirinya.
b. Cacat tubuh
Kondisi tubuh yang cacat juga akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang, biasanya seseorang yang cacat akan kehilangan kepercayaan dirinya jika kecacatannya itu selalu dijadikan sebagai sumber kesalahan.
B. Faktor Psikologis
a. IQ (Intelegensi = tingkat kecerdasan)
Intelegensi sering didefinisikan sebagai suatu kecapakan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri kedalam situasi yang baru dengan cepat & efektif. Sering juga disebut dengan kecakapan mengetahui dan menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kecakapan mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Dalam proses belajar mengajar, seseorang guru dapat melihat secara IQ rendah, meskipun hal ini belum tentu menjamin kebenarannya. Untuk menguji kebenaran tentang siswa yang ber IQ rendah ini seharusnya diadakan test IQ oleh yang berwenang. Akan tetapi guru secara sekilas dapat melihat pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
Ciri-ciri dari siswa yang mempunyai Intelegsni yang rendah pada umumnya menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
• Senang dengan materi pelajaran yang bersifat cerita,
• tidak suka jika diberikan materi pelajaran yang bersifat hitungan
• Senang mendengarkan cerita meskipun ceritanya sudah berulang-ulang
• Ingin cepat selesai dengan satu pokok bahasan materi pelajaran, meskipun dia sendiri tidak menguasai.
b. Perhatian
Perhatian seseorang terhadap materi pelajaran akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar yang dilakukannya. Semakin kuat perhatian seseorang terhadap materi pelajaran semakin besar kemungkinannya untuk berhasil.
c. Minat
Minat adalah kemauan seseorang yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Apabila seseorang berminat terhadap sesuatu, semakin kuat ingatannya terhadap yang disenanginya. Sebaliknya jika siswa tidak berminat terhadap suatu materi pelajaran maka akan sulit siswa tersebut untuk mengikuti kegiatan belajar, sehingga guru harus cepat dapat mengantisipasi kesulitan siswa tersebut.
d. Bakat
Bakat merupakan kesenangan seseorang yang diikuti dengan keinginan untuk berbuat apa yang disukainya, biasanya bakat ini akan terasah dengan baik jika dipoles dengan latihan-latihan yang rutin. Jika seseorang siswa tidak berbakat terhadap suatu mata pelajaran sebaiknya siswa tersebut berkunsultasi dengan guru pembimbing.
e. Motivasi
Dorongan untuk belajar jika tidak dimiliki oleh seseorang, maka guru harus cepat mengantisipasinya. Sehingga guru harus dapat memberikan motivasi yang akhirnya akan menimbulkan motivasi yang datang dari dalam diri siswa itu sendiri.
f. Kematangan
Tingkat kematangan seseorang akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar yang dijalaninya, apabila seseorang siswa belum matang untuk belajar jelas tidak dapat dipaksakan, cara mengatasinya hanya dengan menunggu siswa tersebut matang. Biasanya kematangan ini akan sejalan dengan usia seseorang.
C. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah hal-hal yang bersumber dari luar diri siswa dan akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar yang dilakukannya.
Secara garis besarnya faktor eksternal ini terdiri dari :
a. Faktor Keluarga
Siswa yang hidup dan dibesarkan dalam keluarganya sehingga pola tingkah lakunya akan banyak sekali dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Disamping itu ada beberapa hal khusus yang akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa yang disebabkan oleh faktor keluarga, diantaranya adalah:
1. Cara orang tua mendidik
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang memanjakan dirinya, biasanya akan menyebabkan siswa tersebut cengeng dan hidup dalam ketergantungan, sehingga kurang percaya dengan kemampuan diri sendiri dan sulit untuk bergaul dengan lingkungan yang tidak setaraf dengan keinginannya.
Sedangkan keluarga yang terlalu ketat dengan disiplin terhadap anaknya juga akan menimbulkan dampak yang kurang baik, biasanya anak tersebut kalau tidak amat agersif sekali malah satis saja. Sehingga kalau menguasai teman temanya serta memusuhinya yang tidak mau berteman dengan mencari perlindungan/mencari rasa aman.
2. Relasi antar keluarga
Hubungan dalam keluarga juga akan berpengaruh, siswa yang mempunyai hubungan yang mesra dengan keluarga akan dapat belajar dengan baik dan tenag, sebaliknya siswa yang mempunyai hubungan yang tidak baik dengan keluarga akan selalu tergnggu kegiatan belajarnya.
3. Suasana rumah
Rumah yang tenag akan menimbulkan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa, akan tetapi rumah yang selalu ribut akan menyebabkan siswa tidak betah untuk berada dirumah. Kalau siswa sudah tidak betah dirumah kemungkinan untuk gagal besar sekali.
b. Faktor Sekolah
Penyebab kesulitan belajar seseoang juga dapat berasal dari sekolah itu sendiri, hal-hal yang berasal dari sekolah biasanya disebabkan oleh:
1. Methode mengajar guru
2. Kurikulum sekolah
3. Hubungan antara guru dengan siswa
4. Hubungan antara siswa sesama siswa
5. Disiplin sekolah
6. Waktu sekolah
7. Keadaan gedung dan sarana sekolah
c. Faktor Masyarakat
Penyebab kesulitan yang berasal dari masyarakat disebabkan oleh :
1. Massa media, seperti koran, majalah, TV dan sebagainya
2. Teman bergaul
3. Kebudayaan masyarakat
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Apakah ada hubungan antara faktor internal dengan faktor eksternal dalam kegiatan belajar seseorang?
2. Kenapa seseorang berminat atau tidak terhadap sesuatu pelajaran? Coba jelaskan!
3. Siswa yang mengalami kesulitan belajar yang disebabkan oleh rendahnya IQ bagaimana mengatasinya dan sebutkan ciri-ciri siswa yang mempunyai IQ rendah?
4. Disiplin sekolah dapat juga menyebabkan timbulnya kesulitan belajar, jelaskan dengan ringkas maksud pernyataan tersebut.
5. Apakah kebudayaan dalam masyarakat juga akan berpengaruh terhadap aktivitas belajar seseorang?
6. Diskusikan dengan teman anda bagaimana sebainya menghadapi siswa yang mengalami kesulitan karena tidak berbakad terhadap materi yang diajarkan?
7. Tuntutan orang tua terhadap siswa yang berlebihan akan menimbulkan masalah belajar bagi siswa yang tidak sanggup memenuhi tuntutan tersebut. Jelaskan pengertian dari pernyataan diatas?
8. Jelaskan dengan ringkas faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang bersumber dari lingkungan sekolah?
9. Sebutkan penyebab timbulnya kesulitan belajar yang bersumber dari lingkungan keluarga?
10. Kenapa kebudayaan masyarakat tempat tinggal siswa juga berpengaruh terhadap aktivitas belajarnya?
PEMBELAJARAN DENGAN QUANTUM TEACHING
Azas utama quantum teaching
Dinamika Manusia” Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka
a. Membangun jembatan autentik memasuki kehidupan murid
b. Belajar, melibatkan semua aspek kepribadian manusia: pikiran, perasaan, bahasa tubuh – disamping pengetahua, sikap dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang.
Memasuki kehidupan murid bararti kita diberi izin untuk memimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran ilmu pengetahuan yang lebih luas.
c. Antarkan dunia kita ke dunia mereka., kaitkan semua yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran yang diperoleh siswa dalam kehidupanya.
d.
Seni mengelola kelas
I. Pengertian
Pengelolaan kelas merupakan usaha seseorang guru dalam proses belajar mengajar guna untuk mempertahankan dan menciptakan kondisi “sedemikian rupa” sehingga siswa dapat mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar.
Ada beberapa defenisi pengelolaan kelas berdasarkan pendekatan :
1. Pendekatan kekuasaan
2. Pendekatan ancaman (intimidasi)
3. Pendekatan kebebasan
4. Pendekatan Resep (Kookbook)
5. Pendekatan pengajaran
6. Pendekatan pengubahan tingkah laku
7. Pendekatan sosio emosional
8. Pendekatan proses kelompok
Masalah pengajaran mencakup semua kegiatan secara langsung, yang dimaksud untuk mencapai tujuan tujuan pengajaran.misalnya menyusun rencana pelajaran, (memberi informasi, bertanya, menilai, dsb).
Masalah pengelolaan menunjukan kepada kegiatan kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal terjadinya proses belajar. Misalnya pembinaan rapport, penghentian tingkah laku yang menyimpang, pemberian ganjaran, penetapan norma-norma.
Teaching acitivitiesterdiri dari tiga macam kegiatan :
- Instruction (pengajaran)
- Management (pengelolaan)
- Education (mendidik)
III. Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan konsep operasional pengelolaan kelas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Umum
a. Membantu guru-guru mengerti sebab-sebab dasar problem perilaku.
b. Memungkinkan guru-guru mendiagnisisproblem perilaku
c. Membuat perileku lebiuh dapat diprediksi
d. Memperbaiki kemampuan guru memgorganisasi kelas*)
2. Khusus
a. Untuk siswa
- Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawabindividu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
- Membantu siswa untuk mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas, dan memahami bahwa guru merupakan subyek pembantu kelancaran dan ketertiban mengetahui bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan bukan kemarahan.
- Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas, tanggung jawab terhadap tingkah lakunya pada kegiatan yang diadakan.
b. Untuk Guru
- Untuk mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
- Untuk dapat menyadari akan kebutuhan siswa, dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada siswa.
- Untuk mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang menganggu.
- Untuk memilik strategi remedial yang komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan masalah tingkah laku siswa yang muncul dalam kelas.
IV. Fungsi Pengelolaan Kelas
Fungsi managerial guru-guru dalam seklah-sekolah modern dewasa ini tidak hanya terbatas di dalam kelas saja, dimana ia mengajar atau mendidik murid-muridnya. Kegiatan menagerial seorang guru dalam kelas cukup kompleks, baik yang menyangkut sektor personil, material (alat-alat) maupun operasional.
Fungsi pengelolaan kelas ditinjau dari sudut analisis problem :
a. Memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala macam tugas
b. Memelihara agar tugas-tugas itu dapat berjalan lancar.
Memberi atau melengkapi fasilitas sama halnya dengan membantu, menolong menunjukkan, memajukan dan memperbaiki kondisi kelas.
usaha-usaha memfasilitasi tugas-tugas termasuk ke dalamnya adalah :
1. Membantu kelompok dalam pembagian tugas
2. Membantu pembentukan kelompok kerja/belajar
3. Membantu kerjasama dalam menemukan tujuan-tujuan organisasi
4. Membantu individu agar mau bekerja sama dalam kelas/kelompok
5. Membantu prosedur kerja
6. Merobah kondisi kelas
Dalam memelihara tugas-tugas agar lancar guna melaksanakan fungsi pengelolaan perlu diperhatikan :
1. Individu dalam kelas dengan sifat-sifatnya
2. Variabel-variabel yang mempengaruhi individu dalam kelompok :
a. Kesatuan
b. Interaksi dan komunikasi
c. Struktur
d. Tujuan
3. Organisasi sekolah
4. Hubungan antar person dalam kelas
BAB II
PENDEKATAN-PENDEKATAN PENGELOLAAN
KELAS
Pendekatan Iklim Sosial, pendekatan ini ditekankan pada belajar untuk hidup bersama dengan teman-temannya dalam kelas serta mengembangkan emosional yang positif. Pendekatan ini sering dipakai dalam membimbing kelompok-kelompok belajar, kelompok diskusi dengan cara :
a. Membantu masing-masing individu mau saling menerima dan menyadari kehadiran masing-masing.
b. Menyiapkan masing-masing anak untuk dapat memberikan kontribusi yang positif untuk aktifitas kelas.
c. Menyadarkan individu agar mau menerima dan mengerti akan perbedaan-perbedaan baik ras, agama, sosial ekonomi, fisik maupun kecerdasan dan bakat.
d. Membantu kelompok dalam menyusun dan membuat rencan akerja sehingga kemampuan akan dalam kelompok benar-benar bermanfaat secara optimal.
Pendekatan pengelolaan kelas “kontrol” seringkali tidak membantu penyelesaian masalah. Akan tetapi apabila pendekatan kontrol ini dilakukan dengan :
Berbicara jelas, menarik dan bersikap bersahabat.
Bertindak profesional seperti hormat dan anggun
Memberikan kepercayaan diri yang tinggi terhadap anak
Mempertahankan self kontrol sepanjang waktu
Maka pendekatan kontrol ini akan dapat berjalan baik dan membantu.
Suatu pendekatan “disiplin” biasanya menekankan kepad apencapaian tujuan, dan hal ini mungkin akan bisa dicapai dengan menekankan self disiplin kepada siswa, disamping itu perlu juga menonjolkan “student government” untuk melatih kedisiplinan siswa dalam kelompok kelasnya.
Macam-macam Pendekatan
Berikut ini akan coba dibahas beberapa pendekatan yang memungkinkan untuk membantu guru dalam menangani masalah-masalah pengelolaan, meskipun belum tentu menjamin bahwa pendekatan yang dianut atau dipakai seorang guru dalam menanggulangi konflik kelas akan berhasil secara sempurna. Akan tetapi seseorang guru yang profesional harus tahu dan mendalami kerangka acuan yang akan dipergunakan dalam menganagi suatu persoalan yang akan ditanganinya. Dengan diketahuinya berbagai acuan pendekatan ini, maka seorang guru akan memiliki berbagai alternatif yang dapat dipergunakannya. Seandanya alternatif pertama dalam pendekatan pengelolaan kelas tidak efektif mencapai tujuan, maka guru dapat mengkaji ulang terjadap situasi untuk kemudian tiba pada alternatif berikutnya dan seterusnya.
Seperti telah dibahas pada Bab I, tentang defenisi pengelolaan kelas berdasarkan pendekatan, maka ada beberapa pendekatan yang dianggap kurang memadai untuk dipergunakan dalam pengelolaan, antara lain :
1. Pendekatan Otoriter
Yang terkelompok ke dalam pendekatan ini adalah pendekatan-pendekatan kekuasaan dan pendekatan intimidasi, dimana pengelolaan kelas dipandang sebagai usaha untuk mengontrol tingkah laku siswa dengan kekuasaan dan hukuman. Pandangan ini menganggap guru sebagai orang yang bertugas untuk menegakkan dan memelihara disiplin dalam kelas. Penekatan utama adalah pada pengawasan dan pelaksanaan peraturan-peraturan tata tertib dalam kelas. Guru benar-benar mempunyai wewenang yang besar dan berlaku otoriter dalam mengelola atau mengatur kelas.
Pendekatan ini berasumsi bahwa proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik apabila guru dapat “menguasai” kelas dan untuk menguasai kelas guru punya peraturan-peraturan. Penganut pandangan ini umumnya menganggap apa yang ia ajarkan adalah mutlak benar. Guru adalah orang yang paling tahu, siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan ide atau buah pikirannya karena dianggap akan dapat mengganggu ketenangan kelas.
Pengikut pandangan ini lebih mengutamakan disiplin kelas dari pada pengembangan potensi yang dimilik siswa. Dengan dalih menegakkan disiplin siswa dikekang dalam mengembangkan potensi yang tersedia di dalam diri siswa. Agar pendekatan ini terasa tidak mencekam maka dilakukan dengan cara penjinakan sehingga siswa mau menerima apa saja yang dikemukakan oleh guru.
Perhatikan kelas-kelas di sekolah menengah di sekeliling anda, apakah masih memakai pendekatan ini, dan bagaimana pandangan anda terhadap pendekatan ini, dengan gejala-gejala kenekalan remaja sekolah dewasa ini ?
2. Pendekatan Permisif
Pendekatan permisif merupakan lawan pendekatan otoriter, karena pada pendekatan permisif unu siswa harus diberikan kebebasan penuh untuk berbuat apa saja yang mereka kehendaki dalam proses belajar. Tuga sutama guru pada pendekatan ini adalah mengusahakan kondisi dimana siswa merasa bebas untuk mengembangkan dirinya. Pendekatan ini beranggapan bahwa kebebasan adalah hak yang paling azazi yang harus diberikan kepada setiap siswa agar dia dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Siswa secara bebas mempelajarinya serta bagaimana ia mempelajarinya sepenuhnya tergantung dari siswa itu sendiri.
Penganut pandangan ini juga beranggapan bahwa siswa mampu mencari yang terbaik buat dirinya, sehingga dalam pelaksanaannya guru hanya sebagai pencipta rasa bebas dalam diri siswa pada kelas tempat siswa tersebut belajar.
Disamping pendekatan-pendekatan yang kurang memungkinkan dilaksanakan pada proses belajar, ada beberapa pendekatan yang dapat dipedomani oleh guru dalam menjalankan pengelolaan :
1. Pendekatan Perobahan Tingkah Laku
Pendekatan ini bertolak dari psikologi Behavioral dengan asumsi bahwa :
a. Semua tingkah laku (yang baik maupun yang buruk) berasal dari proses belajar.
b. Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh ransangan (reinforcement) atau penguatan, ada penguatan positif, hukuman, penghapusan dan penguatan neatif.
Untuk pembinaan tingkah laku yang diinginkan guru harus memberi penguatan positif atau penguatan negatif, atau sebaliknya untuk menghindari tingkah laku yang tidak diinginkan guru dapat memberi penguatan hukuman, penghapusan atau time out.
Penguatan dapat dibagi dua :
a. Penguatan primer yaitu penguat yang diperoleh tanpa dipelajari terlebih dahulu, atau penguat yang secara alamiah sudah dirasakan oleh individu seperti makan, kehangatan badaniah dan sebagainya.
b. Penguat sekunder, yaitu penguat yang didapat dari proses belajar, penguat sekunder ini dapat dibedakan :
- Penguat sosial (perhatian, pujian dan sebagainya).
- Penguatan sombolik (nilai, tanda-tanda penghargaan lainnya).
- Penguatan kegiatan (permainan dan sebagainya).
Pemberian penguatan ini sangat disesuaikan dengan kondisi dan situasi terjadinya pemberian penguatan, adakalanya penguatan diberikan terus menerus, atau diberikan secara insidentil. Perlu pula diingat bahwa masing-masing penguat belum tentu mempunyai pengaruh yang sama terhadap masing-masing individu.
Penguatan yang berbentuk hukuman sering disebut sebagai penguat yang kontroversial, karena tidak jarang mendatangkan efek sampingan yang lebih fatal. Namun hukuman juga perlu, pada bagian berikut akan dibahas secara lebih terinci.
2. Pendekatan Penciptaan Iklim-Emosional
Pendekatan ini bertolak dari Psikologi Klinis dan Konseling dengan asumsi bahwa :
a. Proses belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan iklim sosial yang baik, artinya dalam proses belajar yang efektif harus ada hubungan yang baik antara guru dan siswa.
b. Untuk menciptakan hubungan yang baik dalam proses belajar mengajar, guru merupakan kunci bagi terbentuknya iklim sosial yang baik.
Ada beberapa ahli yang menekankan pentingnya hubungan baik antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Carl A. Roger menekankan bahwa untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif guru perlu bersikap tulus di hadapan siswa, menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, dan mengerti siswa dari sudut pandang siswa itu sendiri.
Selanjutnya Haim C Ginot menganggap sangat penting kemampuan guru melakukan komunikasi yang efektif dengan siswa. Artinya dalam mengusahakan pemecahan masalah, guru membicarakan situasi bukan pribadi pelaku pelanggaran, mendiskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan dan mendiskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaiannya.
William Classer menyebutkan bahwa pentingnya guru memusatkan perhatiannya untuk menciptakan dan membina rasa tanggung jawab sosial serta harga diri siswa. Cara yang disarankannya seperti menyaranklan siswa pada setiap kali menghadapi masalah agar dapat mendiskripsikan masalah yang dihadapinya, membantu siswa menilai dan menganalisis masalah tersebut, membantu siswa menyusun rencana pemecahan masalah, membantu siswa agar committed dengan rencana yang telah dibuat, kalau perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk menerima kaibat kurang menyenangkan dari perbuatannya dan membantu siswa untuk mencari jalan keluar yang lebih baik.
Akhirnya Rudolf Dreikors menekankan pentingnya proses suasana dalam kelas yang demokratis, dimana siswa diajar untuk bertanggung jawab, memulai kesempatan untuk bertanggung jawab diberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil suatu keputusan serta menanggung akibat dari perbuatannya sendiri.
Dari berbagai pendapat ahli di atas terlihat bahwa pada pendekatan ini percaya bahwa kualitas watak baik dari guru maupun dari siswa dalam berinteraksi antara satu dengan yang lainnya menentukan hasil belajar siswa. Kepribadian guru seperti cara penerimaan guru terhadap tingkah laku siswa, kecintaan kehormatan serta penghargaan kepada siswa turut menentukan keberhasilan proses belajar mengajar.
Menurut pendekatan ini guru juga berkewajiban untuk membantu siswa agar tidak gagal, karena kegagalan menurut pendekatan ini dapat mematikan motivasi, serta dapat menimbulkan pandangan yang negatif dari siswa terhadap dirinya sendiri, dapat menciptakan kekhwatiran dan mendorong siswa ke arah bertingkah laku yang salah.
Pada kesempatan ini ruang kelas haruslah merupakan tempat yang aman dan tempat perlindungan yang menyenangkan bagi siswa, serta suatu tempat dimana siswa memperoleh kesempatan untuk berhasil tanpa sanksi yang berlebihan.
3. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan ini didasarkan kepada Psikologis Sosial dan Dinamika Kelompok dengan asumsi :
a. Pengalaman belajar di sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial.
b. Tugas utama guru dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohensif.
Menurut Richard A. Schmuck dan Patricia A. Schmuck ada beberapa unsur yang harus ada dalam pendekatan proses kelompok sehingga tujuan pengajaran berhasil dengan baik, antara lain :
a. Harapan, kelas yang baik dengan adanya harapan yang realistik dari semua pihak yang timbul dari hubungan baik antara guru dan murid.
b. Kepemimpinan, baik dari guru maupun dari siswa sehingga mengarahkan kegiatan kelompok kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
c. Pola persahabatan antara sesama anggota kelompok, semakin baik ikatan persahabatan dalam kelompok semakin besar peluang kelompok tersebut menjadi produktif.
d. Norma, artinya kelompok hendaknya dapat memperthankan norma kelompok yang produktif dan mengganti atau menghilangkan norma kelompok yang kurang produktif.
e. Komunikasi yang efektif, artinya si penerima pesan benr-benar dapat mengintrepretasikan pesan seperti apa yang diharapkan oleh di penyampai pesan.
f. Keterikatan antara masing-masing anggota kelompok secara keseluruhan, semakin tinggi derajat keterikatan anggota kelompok semakin besar tingkat kepuasan yang diperolehnya dan semakin besar kemungkinan produktifitas kelompok.
Selanjutnya Lois V Jhonson dan Mary A Bany dalam Clasroom Management menggolongkan kegiatan pengelolaan kelas kelompok menjadi dua jenis :
1. Fasilitation, yaitu semua tindakan yang menciptakan iklim kerja produktif seperti :
- Penciptaan keakraban
- Penciptaan standar prilaku dan prosedur kerja (sebaiknya hal ini ditetapkan oleh kelompok itu sendiri).
- Menggunakan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah yaitu dengan tahap :
• Identifikasi masalah
• Analisis masalah
• Penilaian alternatif pemecahan masalah
• Pemilihan alternatif pemcahan masalah
• Feedback dari pemecahan masalah
2. Maintenance, yaitu semua usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk memelihara iklim yang baik, kegiatannya seperti :
- Pemeliharaan semangat kerja kelompok
- Penanganan penyelesaian perselisihan melalui diskusi kelompok dengan tahapan sebagai berikut :
• Penetapan norma diskusi
• Penjernihan masalah
• Pengungkapan perbedaan pendapat
• Penyepakatan sebab-sebab perbedaan pendapat serta cara-cara penyelesaiannya.
- Analisis da diagnosis iklim kelas secara terus menerus.
Jacob Kounin menegarkan bahwa dalam pendekatan kelompok “kehadiran” guru dalam setiap kegiatan kelompok akan sangat membantu pengelolaan secara efektif. Kehadiran guru bukan hanya secara fisik saja akan tetapi harus dapat dirasakan oleh siswa, begitu juga harus dapat dilihat kehadiran guru tersebut dalam “keahliannya” baik untuk suatu kegiatan maupun dalam beberapa kegiatan sekaligus.
Kemudian juga dikemukakan bahwa ada beberapa kebiasaan yang mungkin tidak mendukung pengelolaan secara efektif, seperti penghentian dan segera tingkah laku yang keliru/menyimpang, kesalahan target yang ditetapkan sebelumnya, keterlambatan penghentian tingkah laku. Dalam hal ini dituntut agar guru bertindak “cepat dan tepat” dalam mengolah kelas.
Dari berbagai pendekatan pengelolaan kelas di atas, mana yang paling cocok untuk anda terapkan di kelas nantinya sesuai dengan bidang studi yang anda akan ajarkan.
Prinsip-prinsip Penggunaan Pendekatan Pengelolaan
Seperti telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa tidak bisa dipastikan bahwa suatu pendekatan akan efektif bagi semua siswa dan bagi semua guru, akan tetapi guru perlu tahu dan mengerti bagaimana menggunakan secara baik dalam kelas.
Berpijak dari pendapat yang mengatakan bahwa mengelola kelas adalah suatu “seni”. Dalam melaksanakan pengelolaan tersebut pribadi orang yang melaksanakan memegang peranan yang penting, artinya petugas/guru yang mengajar akan sangat menentukan sekali akan sangat menentukan sekali berhasil atau tidaknya pengelolaan yang dilakukannya.
Ada beberapa prinsip penggunaan pengelolaan yang disarankan :
1. Hangat dan antusias
Guru yang hangat dan akrab dengan siswanya akan selalu menunjukkan antusias dalam mengajar dan mengelola kelas.
Kehangatan pribadi akan sangat tergantung dari bawaan dan pengetahuan tentang mengelola kelas. Tingkat kesenangan siswa terhadap guru akan mempengaruhi kehangatan yang dipancarkan oleh guru saat mengajar. Frand W. Hart menyimpulkan beberapa kriteria guru yang disukai siswanya (dari suatu penelitian di USA) :
a. Guru yang suka membantu murid dalam pelajaran, misalnya menerangkan pelajaran dengan jelas dan menggunakan contoh-contoh yang jelas.
b. Guru yang periang, gembira mempunyai perasaan humor.
c. Bersikap bersahabat, merasa menjadi salah seorang anggota dari kelompok kelasnya.
d. Mempunyai perhatian baik terhadap siswa dan dapat memahami siswa.
e. Berusaha agar pekerjaan menarik dan dapat membangkitkan keinginan bekerja bagi murid.
f. Bersikap tegas dan memunyai rasa hormat terhadap murid (dapat menjaga ketertiban kelas).
g. Tidak pilih kasih atau tidak mempunyai anak kesayangan.
h. Tidak suka mengomel atau mencela dan tidak berkata kasar.
i. Dapat dijadikan sebagai teladan/contoh, atau murid dapat mempelajari sesuatu dari padanya.
j. Mempunyai pribadi yang menyenangkan.
Sebagai bandingannya, di sini ada baiknya dikemukakan pula beberapa ciri guru yang tidak disukai siswa :
a. Terlampau pemarah, tidak pernah senyum, berkata kasar.
b. Tidak suka membantu murid, tak jelas menerangkan pelajaran tidak tegas memberikan tugas, tidak mempunyai persiapan.
c. Pilih kasih, menekan murid-murid tertentu
d. Tinggi hati, sombong dan tidak mengenal murid.
e. Tak keruan, tidak teliti, tak mempunyai toleransi kasar dan menyeramkan suasana.
f. Tidak adil memberi angka baik dalam ulangan maupun dalam ujian.
g. Tidak dapat menjaga perasaan anak, suka membentak-bentak siswa di hadapan teman-temannya.
h. Tidak mempunyai tugas dan pekerjaan rumah yang tidak sepantasnya.
i. Tidak dapat menjaga disiplin di dalam kelas.
Bagaimana dengan ciri-ciri guru yang anda senangi, apakah ada kesesuaian dengan hasil penelitian seperti disebutkan di atas. Dan kenapa pakaian yang indah, wajah yang cantik/ganteng, suara yang merdu kurang mendapat perhatian murid.
Sedangkan untuk menjadikan seorang antusias dalam mengajar terlebih dahulu di pengajar harus :
a. Dapat menguasai bahan/materi pelajaran yang akan diajarkan sepenuhnya, jangan hanya mengenal akan tetapi juga dapat memakainya. Dan bahan yang diajarkan itu harus berarti dan berguna bagi kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.
b. Dapat menyesuaikan methode mengajar dengan bahan yang diajarkan (tahu kapan methode tertentu dipergunakan dan untuk bahan yang bagaimana methode tertentu dipergunakan).
c. Dapat menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan si anak.
2. Gaya Mengajar Yang Luwes dan Penggunaan Variasi
Gaya mengajar guru adalah segala lagak lagu guru yang terlihat dalam segala tindak tanduknya sebagai pencaran dari diri pribadinya saat ia mengajar, gaya mengajar akan terkait dengan peribadiannya.
Gaya mengajar yang baik adalah gaya mengajar yang wajar yang tidak dibuat. Yang termasuk ke dalam gaya mengajar ini :
a. Cara guru berdiri di muka kelas
b. Cara guru bergerak dan berjalan di muka kelas
c. Gerakan-gerakan tangan yang dilakukan saat mengajar
d. Pandangan mata yang luas pandangannya
e. Mimik dan gerakan muka
f. Suara, cara menulis, bertanya dan menegur
g. Dan lain sebagainya.
Komponen ini diharapkan dapat menyatu hadir bersama guru saat mengajar yang dibarengi dengan “sikap tanggap” sikap tanggap ini dapat dilakukan dengan cara :
- Memandang kelas dengan cara seksama, dan kontak pandang antara guru dan siswa, serta tahu kapan dipergunakan masing-masing komponen tersebut.
- Berjalan keliling mendekati siswa baik dalam bentuk kelompok kecil maupun secara individu.
- Pernyataan bahwa guru telah siap untuk memulai pelajaran dan siap merespon kebutuhan siswa.
Penggunaan variasi dalam mengajar akan meliputi tiga aspek yaitu :
- Variasi gaya mengajar
- Variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran
- Variasi dalam interaksi antara guru dan siswa.
Dalam mengajar ada variasi apabila guru dapat menunjukkan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang dipergunakan berganti-ganti dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa.
Prinsip penggunaan variasi, dalam menggunakan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, disamping juga harus ada variasi penggunaan komponen-komponen untuk tiap jenis variasi sehingga tujuan pengajaran tercapai.
Komponen-komponen variasi :
a. Komponen variasi gaya mengajar
- Variasi suara (intonasi, nada, volume dan kecepatan) guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukkan hal yang perlu, hal yang diperhatikan dengan memakai secara tepat variasi suara.
- Penekanan, untuk memfokuskan perhatian terhadap suatu aspek yang penting atau aspek kunci sehingga perilaku yang mendukung untuk itu perlu ditegakkan. Penekanan ini bisa dilakukan secara verbal, secara gestural.
- Pemberian waktu, untuk mengembalikan suasana tenang atau untuk menarik kembali perhatian siswa dapat dilakukan dengan merubah bersuara menjadi sepi, dari kegiatan menjadi tidak berkegiatan.
- Kontak pandang, bila guru berbicara atau berinteraksi dengan siswa sebaiknya mengarahkan pandangannya ke seluruh kelas menatap mata setiap siswa. Guru dapat menggunakan matanya untuk menyampaikan informasi, merobah suasana serta mengambalikan keadaan kepada situasi yang diharapkan.
- Gerakan anggota badan, variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan, tidak hanya akan menolong dalam penyampaian informasi akan tetapi juga dapat efektif dipergunakan untuk mengembalikan keadaan kepada situasi yang diharapkan.
- Pindah posisi, perpindahan posisi guru dalam kelas akan dapat menarik perhatian siswa. Perpindahan ini bisa saja dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan, atau dari berdiri ke duduk. Yang penting dalam perpindahan posisi ini harus ada tujuan yang diharapkan bukan hanya sekedar mondar mandir. Guru yang kaku adalah guru yang tidak menatik dan menjemukan, dan bila variasi dilakukan secara berlebihan akan mengganggu belajar.
3. Peningkatan disiplin diri sendiri pada siswa
Tujuan akhir pengelolaan kelas sesungguhnya adalah untuk meningkatkan disiplin diri sendiri dari siswa. Secara lebih luas masalah disiplin akan dibahas pada bab tersendiri.
Dalam pelaksanaannya guru harus menumbuhkan kesadaran dari dalam diri siswa tentang perlunya disiplin dalam menjalankan sesuatu kegiatan, sehingga rasa disiplin muncul dari dalam diri individu/siswa, sehingga dalam melaksanakan perilaku yang diinginkan dalam belajar datang dengan penuh kesadaran dari diri siswa.
BAB III
MASALAH-MASALAH PENGELOLAAN KELAS
Pelaksanaan pengelolaan kelas akan mengalami berbagai hambatan, hambatan-hambatan tersebut bisa datang dari guru yang mengajar, dari siswa, lingkungan keluarha serta dari ketersediaan fasilitas di sekolah. Disamping itu pembagian wewenang tentang penanggulangan permasalahan sering pula menjadi kendala dalam pelaksanaan pengelolaan kelas.
Secara sederhana dapat diklasifikasikan wewenang penanganan masalah pengelolaan kelas :
1. Masalah yang ada dalam wewenang guru
Guru yang sedang melaksanakan proses belajar akan dihadapkan kepada berbagai persoalan dalam menyukseskan kegiatan proses belajar mengajar yang dilaksanakannya. Mempertahankan dan mengembalikan kondisi kelas ke dalam suasana yang menguntungkan, sehingga siswa dapat belajar dengan optimal dalam kelasnya.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru tersebut antara lain adalah :
A. Pengaturan tempat duduk
Dalam pengaturan tempat duduk yang perlu diperhatikan adalah terjadinya tatap muka, sehingga guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku siswa. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar. Beberapa cara pengaturan tempat duduk antara lain :
a. Huruf U
Susunlah meja dengan membentuk huruf U, sehingga antara satu murid dengan murid lainnya dapat saling bertatapan langsung demikian juga halnya dengan guru. Guru akan berada langsung di tengah tengah siswa dengan jarak pandang, jarak tempuh yang sama.
Atau dapat juga dilakukan dengan menyusun meja dan kursi dengan mengelompok tetapi tetap dalam formasi huruf U
Corak Tim
b. Berbaris berjajar, cara ini sering pula disebut dengan sistem tempat duduk tradisional. Di sekolah-sekolah di Indonesia cara ini yang paling dominan dipakai. Dan pengaturan tempat duduk seperti biasanya dipakai untuk pengajaran dengan metode ceramah, dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
c. Pengelompokkan yang terdiri dari 8 sampai 10 orang. Pengaturan tempat duduk seperti ini biasanya digunakan untuk belajar dengan metode diskusi kelompok atau kerja kelompok. Pengaturan anggota kelompok disesuaikan dengan keperluan materi dan tujuan pengajaran. Akan sangat efektif dalam penetapan anggota kelompok ini guru berpedoman kepada cara-cara membentuk kelompok belajar yang baik. Hal yang perlu mendapat perhatian khusua adalah ketua kelompok. Karena apabila dalam pengelompokkan tersebut tidak ada di antara anggota yang memungkinkan untuk menjadi tua, sulit untuk mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Ada beberapa syarat yang dapat dijadikan pedoman bagi guru untuk menempatkan siswa yang akan ditunjuk menjadi ketua kelompok, antara lain :
- Berani dan lancar menggunakan bahasa
- Disenangi oleh teman-temannya, setidak-tidaknya tidak dibenci.
- Ada baiknya ia lebih pintar atau lebih berwibawa dari teman-temannya.
- Bersifat dan bertindak demokratis dan sosial.
d. Setengah lingkaran/atau melingkar, penetapan duduk seperti ini biasanya dipergunakan apabila guru akan mempergunakan methde demontrasi, sehingga semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengamati di samping itu akan guru dan siswa lainnya akan dengan mudah memberikan bantuan laiannya. Penempatan ini juga baik jika kelas engadakan diskusi kelas, atau apabila salah satu kelompok membahas hasil kerjanya di apan forum kelas.
e. Individual, penempatan seperti ini terlihat pada ruang baca atau labor bahasa.
f. Ruangan bebas
Suasana rapport adalah hal yang esesensial bagi proses belajar mengajar yang efektif. Hal ini menghendaki terciptanya suatu proses mekanis yang baik dimana tidak ada perasaan tegang, kekakuan yang ada suatu suasana yang luwes akrab suasana ini harus dapat dipelihara selama jam pelajaran berlangsung.
Menciptakan suasana rapport ini erat sekali keterkaitannya dengan mempertahankan minat siswa selama berlangsungnya proses belajar. Minat dan perhatian siswa ini dapat dipertahankan dengan membuat variasi-variasi mengajar.
B. Menegur, memuji dan mendamaikan yang melanggar
Guna kelancaran proses belajar mengajar guru harus dapat menjaga kondisi kelas agar tetap optimal untuk belajar. Menegur tidak selamanya dilakukan secara verbal, dapat juga dilakukan hanya dengan isyarat. Akan sangat konstruktif apabila guru melaksanakan tindakan prefentif dari kuratif. Usaha prefentif ini dapat dilakukan dengan memotivasi siswa dalam belajar, usaha memotivasi ini dapat dilakukan seperti :
- Berikanlah kritik dengan senyum
- Hargailah setiap pendapat murid
- Hubungkan pelajaran dengan kebutuhan
- Hasil belajar yang buruk berulang-ulang akan mnematahkan semangat murid.
2. Masalah Yang Ada Dalam Wewenang Sekolah
Dalam kenyataan sehari-hari di atas, akan dijumpai masalah-masalah yang diluar wewenang guru atau untuk mengatasinya diluar jangkauan wewenang guru. Masalah-masalah tersebut harus diatasi oleh sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan. Bahkan mungkin juga dijumpai masalah-masalah pengelolaan yang tidak bisa diatasi hanya oleh satu lembaga pendidikan akan tetapi harus diatasi oleh beberapa lembaga pendidikan secara bersama.
Masalah-masalah yang berada dalam wewenang sekolah antara lain :
A. Pengaturan ruangan/fisik sekolah
Kondisi fisik sekolah akan sangat menentukan kelancaran pengelolaan dan proses belajar mengajar yang dilakukan guru. Permanen tidaknya bukan hal yang mutlak, tapi persyaratan besar ruangan yang seimbang dengan jumlah siswa, penerangan dan cahaya adalah hal yang perlu menjadi perhatian. Selain itu masalah penyimpangan alat-alat belajar juga harus menjadi bahan pertimbangan lainnya bagi pihak sekolah. Masalah-masalah ini tidak bisa ditangani oleh guru bidang studi. Kelas yang sempit jelas akan mempersult pengelolaan yang dilakukan guru.
B. Menegakkan Disiplin Sekolah
Menjalankan disiplin sekolah biasanya juga ditangani oleh guru bidang studi. Seperti mengeluarkan siswa yang belum melunasi kewajibannya dari kelas, mengusir anak yang berambut gondrong, menindak siswa yang minum-minuman keras atau menghukum siswa yang berkelahi antara sekolah. Kesemuanya itu memang dilakukan oleh guru-guru pendidik di sekolah tersebut, akan tetapi hendaknya guru dapat menempatkan dirinya bahwa tindakan itu dilakukan bukan dia sebagai guru bidang studi, karena hal tersebut akan berdampak kepada proses belajar yang akan dijalankannya.
3. Masalah Yang Diluar Wewenang Guru dan Sekolah
Masalah-masalah pengelolaan yang berada diluar wewenang guru dan sekolah akan dijumpai pada pelaksanaan. Dalam mengatasi masalah semacam ini mungkin harus melibatkan orang tua, atau aparat pemerintah setempat.
Pihak-pihak yang tersebut di atas dituntut untuk membin aketertiban melalui pembiasaan yang baik di rumah, penyediaan tempat rekrasi dan sebagainya. Perkelahian dengan benda-benda tajam, masalah-masalah asusila dan sebagainay, ha ini benar-benar sudah diluar jangkauan guru dan sekolah, meskipun hal-hal pencegahan dan penyembuhan akan tetap dapat dilakukan.
Selain pengelompokkan masalah berdasarkan wewenang masing-masing pihak yag terlibat dalam pengelolaan, masalah-masalah pengelolaan juga dapat dilihat dari sumber timbulnya masalah. Faktor-faktor penyebab masalah pengelolaan. Faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pengelolaan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang antara lain :
1. Faktor guru
Faktor-faktor pengelolaan yang bersumber dari guru dapat berupa :
A. Tipe kepemimpinan guru dalam mengelola kelas akan berpengaruh terhadap pengelolaan yang akan dilakukan guru. Suasana emosional siswa akan menentukan keberhasilan pengelolaan. Suasana ini banyak ditentukan oleh tipe kepemimpinan guru. Ada beberapa tipe kepemimpinan guru, antara lain :
1. Otoriter
Dalam tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya tugas yang diembankan kepadanya oleh lembaga diproyeksikannya dengan menerintah bawahannya (siswa) bagaimana agar tugas tersebut dapat dilaksanakannya. Dalam tipe ini murid akan menjadi pasif dan gurulah yang aktif, sehingga kreaitifitas siswa mati sama sekali. Namun dipihak lain tipe ini juga mendatangkan sikap agresif dalam diri siswa.
Sikap agresif ataupun sikap pasif ini akan mendatangkan masalah dalam pengelolaan, baik yang sifatnya individual maupun kelompok.
2. Laissez Faire
Dalam tipe kepemimpinan yang laissez faire ini sebenarnya tidak memberikan pimpinan, artinya membiarkan orang berbuat sesukanya, pemimpin tipe ini tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerjasama sepenuhnya diserahkan kepada siswa tanpa petunjuk atau saran-saran dari pimpinan. Kekuasaan dan tanggung jawab simpang siur, sehingga mudah terjadi kekacauan.
Dalam tipe ini siswa akan bekerja sebenarnya hanya untuk meminta perhatian dari guru.
3. Demokratis
Dalam tipe ini guru akan berusaha membina sikap persahabatan antara guru dan siswa atas dasar saling menghargai dan menghormati, karena pimpinan yang bertipe demokratis ini beranggapan bahwa dirinya adalah salah satu dari anggota kelompok, sehingga tugasnya lebih banyak menstinulasi anggota kelas, dan tidak menutup segala saran dan ide-ide dari siswa. Guru dengan tipe ini akan mendatangkan suasana belajar yang optimal baik ada guru maupun tidak ada guru.
B. Format belajar mengajat yang monoton
Format belajar yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Format belajar mengajar yang tidak bervariasi dapat menyebabkan siswa bosan, frustasi dan kecewa, hal inilah yang akan mendatangkan pelanggaran disiplin.
Selain menggunakan format yang bervariasi, methode yang dipakaipun harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, pelajar sebagai si penerima pesan, bahan pelajaran sebagai pesan yang akan disampaikan, fasilitas yang tersedia serta dituasi dan guru itu sendiri.
C. Kepribadian Guru
Seorang guru yang berhasil dituntut untuk bersikap hangat, adil, obyektif dan fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Sikap-sikap yang bertentangan dengan kepribadian tersebut akan mendatangkan masalah pengelolaan kelas. Sering disebut dengan sikap “tiek” (hal yang jelek) yang seharusnya disadari oleh guru untuk segera ditinggalkan, misalnya menggaruk-garuk yang tidak gatal, mencongkel lobang telinga dan sebagainya.
D. Pengetahuan guru
Terbatasnya pengetahuan guru tentang pengelolaan dan pendekatan pengelolaan, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis menyebabkan seringnya muncul kendala-kendala bagi dalam pengelolaan. Disamping itu jarangnya sesama guru mendiskusikan masalah-masalah pengelolaan dengan teman sejawat juga menjadi penyebab munculnya masalah-masalah pengelolaan kelas.
Bertahun-tahun para guru mengatakan bahwa problem mereka yang paling urgen bukan pada pengajaran, tapi pada masalah pengelolaan. Mereka menunjukkan ketidakpuasannya kepada teori dan praktek lama.
E. Pemahaman Guru tentang Siswa
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku siswa dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami tingkah laku serta latar belakangnya, mungkin karena tidak tahu cara atau karena beratnya beban mengajar yang diemban oleh para guru dewasa ini, sehingga guru datang ke sekolah hanya semata-mata untuk mengajar.
Padahal disamping mengajar guru juga harus dapat mengelola kelas, Lois V Jhonson dan Mary A Bany dalam bukunya Clasroom Management menyebutkan beberapa tugas guru dalam mengelola kelas, yaitu :
a. Mengarahkan usaha guru itu sendiri
b. Mengadakan kerjasama antar guru
c. Membimbing anak yang sudah menyesuaikan diri
d. Memosifikasi perilaku anak dalam kelas agar cocok dengan kebutuhan-kebutuhan program pendidikan.
e. Melakukan persuasi, membangkitkan kata hati dan moral murid
f. Memberi hadiah, hukuman sedapat mungkin dilakukan dengan terselubung agar tidak ditentang oleh siswa.
2. Faktor Siswa
Siswa sebelum masuk sekolah sudah memiliki gambaran atau telah memiliki sat set asumsi tentang apa sekolah itu, berdasarkan pengalaman di rumah, di tetangga atau di media masa lainnya. Mereka mengerti apa sekolah itu, apa yang dapat mereka harapkan dari sekolah itu dan bagaimana merek berbuat di kelas atau di sekitar sekolah itu.
Ide mereka tentang sekolah itu tidak mereka sadari, akan tetapi pandangan dan harapan mereka mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.
Kelas merupakan kelompok masyarakat kecil di sekolah yang terdiri dari berbagai corak prilaku individu, keragaman ini sering menjadi puncak timbulnya masalah pengelolaan.
Murid yang diisolasi, frustasi, selalu bergantung, apatis dan penakut dan agresif merupakan sebagian dari masalah-masalah individu yang memancing munculnya masalah pengelolaan.
Problem yang timbul karena kesalahan mengelola kelas kemudian dibatasi dengan memperbaiki methode mengajar tidak akan memberi manfaat yang besar. Agar tidak terjadi kekeliruan tersebut guru harus :
- Apakah kondisi itu timbul dari siswa atau dari kondisi yang tidak menyenangkan.
- Mengambil tindakan sesuai dengan hasil diagnosis untuk memperbaikinya.
Beberapa contoh, siswa yang diisolasi, diperbaiki dengan mendudukkannya menitor, pimpinan dan sebagainya akan merusak kejaran perilaku kelas. Guru bisa membantu anak dengan membimbing secara individual.
Kadang-kadang guru menskor siswa dengan alasan tertentu, hal ini sering tidak menyelesaikan masalah. Sebaiknya setiap penyimpangan prilaku harus ditanggulangi bagaimana siswa yang menyimpang tersebut sadar akan kekeliruannya sehingga tidak diulangi lagi.
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassel, membedakan empat bentuk perilaku siswa yang menyimpang yang didasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan harga diri. Keempat bentuk perilaku tersebut adalah :
a. Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain, misalnya membadut di kelas, atau berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra.
b. Tingkah laku yang menunjukkan kekuatan, misalnya selalu membat atau kehilangan kendali emosional, marah-marah, menangis atau selalu lupa pada aturan-aturan penting di kelas.
c. Tingkah laku yang bertujuan untuk menyakiti orang lain, misalnya mengata-ngatai orang lain, memukul, menggigit.
d. Peragaan ketidakmampuan, misalnya dalam bentuk menolak sama sekali melakukan apapun, karena ia yakin bahwa kegagalan bagiannya.
3. Faktor Fasilitas
Fasilitas yang kurang tersedia akan menjadi penghambat dalam pengelolaan kelas, fasilitas tersebut antara lain :
A. Jumlah siswa dalam kelas
Kelas dengan jumlah siswa yang banyak dalam kelas sulit untuk dikelola. Di sekolah-sekolah kita dewasa ini jumlah siswa satu kelas rata-rata 40 s/d 50 orang, hal ini akan sulit untuk dikelola secara baik.
B. Besar Ruangan Kelas
Ruangan kelas yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada sehingga kebutuhan siswa untuk bergerak terhambat, hal ini merupakan masalah tersendiri bagi pengelolaan. Demikian pula dengan jumlah ruangan yang kurang jika dibandingkan dengan jumlah kelas yang harus ada, juga menjadi kendala dalam pengelolaannya.
C. Ketersediaan Alat
Jumlah buku yang kurang atau alat lain yang tidak sesuai dengan jumlah siswa yang membutuhkannya akan menimbulkan masalah dalam pengelolaan.
BAB IV
PENGELOLAAN KELAS DAN KEDISIPLINAN
Pengertian Disiplin
Dalam arti yang luas disiplin mencakup segala perilaku yang sesuai dengan tuntutan aturan-aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang dijalankan dengan penuh kesadaran.
Disiplin timbul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang ingin diperbuat individu dengan apa yang sebenarnya diinginkan oleh orang lain terhadap individu. Untuk menjaga keseimbangan itulah diciptakan suatu aturan, aturan ini sebaiknya dibuat dengan kesepakatan bersama antara individu dengan pihak lain, sehingga dalam menafsirkan pengertian disiplin terdapat persepsi yang sama.
Dalam hal disiplin pada pengelolaan kelas disiplin dapat diartikan sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam kelas tunduk pada aturan-aturan yang ada dengan senang hati. Secara tegas dapat dikemukakan disiplin kelas adalah keadaan tertib dimana guru dan siswa yang tergaung dalam kelas tunduk kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati.
Dengan disiplin pada siswa bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu. Suatu keuntungan lain dari adanya disiplin adalah siswa belajar hidup dengan pembiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan siswa akan tetapi sebaliknya ingin memberikan kemerdekaan kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Apabila aturan yang ada mengekang atau terlampau mengurangi kebebasan siswa maka siswa akan berontak dan dapat mendatangkan kecemasan dan frustasi.
Sumber-sumber pelanggaran disiplin
Manusia pada umumnya ingin mendapat kepuasan membutuhkan realisasi diri, ekspresi dan harga diri. Apabila individu tidak merasa terpenuhi kebutuhannya dalam kelas atau di sekolah seperti selalu membuat siswa bergantung kepada guru atau aturan-aturan sekolah dalam segala aspek prilaku mereka, hal ini dapat menyebabkan mereka berontak, apatis dan masa bodoh. Akibatnya kapasitas mereka untuk belajar jadi berkurang.
Apabila kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi melalui cara-cara yang sudah biasa dalam masyarakat, maka akan terjadi ketidak seimbangan dalam diri individu, dan yang bersangkutan akan mencari kebiasaan-kebiasaan untuk mencapai tujuannya dengan cara yang kurang bisa diterima oleh masyarakat.
Mungkin pelanggaran disiplin di sekolah akan bersumber pada lingkungan sekolah itu sendiri, seperti :
a. Tipe kepemimpinan guru, guru yang otoriter senantiasa menditekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan anak didik.
b. Kelompok-kelompok besar dikurangi hak-haknya sedangkan kelompok tersebut merasa memiliki andil yang seharusnya turut menentukan rencana masa depan di bawah bimbingan guru.
c. Kelompok-kelompok minoritas merasa tidak diperhatikan, dal ini juga akan menimbulkan pelanggaran disiplin yang ada.
d. Sekolah kurang mengadakan kerjasama dengan orang tua, sehingga keduanya saling melepaskan tanggung jawab terhadap prilaku anak yang menyimpang.
Meskipun sebab-sebab pelanggaran ini sangat unik dan sulit untuk dikategorikan secara nyata, namun secara umum pelanggaran disiplin yang disebabkan oleh individu ada beberapa hal, seperti :
a. Kebosanan dalam kelas, siswa tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakannya, karena yang dikerjakannya hanya itu-itu saja.
b. Perasaan kecewa dan tertekan karena siswa dituntut untuk untuk bertingkah laku yang kurang wajar sebagai remaja.
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan perhatian, pengenalan dan status diri siswa.
Selain timbul dari individu tidak jarang masalah pelanggaran ini muncul akibat pengaruh anggota-anggota kelompok, sehingga kencendrungan sumbernyapun berasal dari kelompok, seperti dikemukakan oleh Lois V Jhonson dan Mary A Bany, pengaruh kelompok terhadap individu sangat besar, sehingga apabila kebutuhan kelompok terpenuhi, individu-individu akan menjadi aktif, puas dan belajar dengan baik. Lebih jauh diungkapkan bahwa dalam kelompok beroperasi beberapa kekuatan antara lain :
a. Kesatuan kelompok
Kesatuan kelompok memegang peranan penting dalam mempengaruhi anggotanya bertingkah. Kesatuan berhubungan dengan komunikasi, perubahan sikap dan pendapat, standar kelompok dan tekanan terhadap ketidaksatuan. Penggunaan dominasi yang kuat dapat meningkatkan kesatuan. Tetapi pemberian peraturan oleh guru dapat menimbulkan permusuhan.
b. Interaksi dan komunikasi
Kalau beberapa orang mempunyai pendapat atau ide, maka akan terjadi komunikasi dalam kelompok, maupun antar kelompok. Komunikasi verbal maupun non verbal tidak terselesaikan dengan baik dapat membuat situasi rusak.
c. Struktur kelompok
Tempat anggota dalam kelompok harus diusahakan sedemikian rupa, karena dalam kelompok itu akan ada pimpinan formal dan pimpinan non formal, penempatan anggota dalam kelompok yang tidak menarik bagi dirinya dapat mendatangkan masalah.
d. Tujuan-tujuan kelompok
Bila tujuan kelompok ditetapkan oleh siswa bersama-sama, maka kelompok akan bekerja lebih produktif. Dengan kata lain kelompok akan bekerja dengan baik apabila tugas-tugas yang dikerjakan/diberikan sesuai dengan tujuan mereka.
e. Kontrol
Hukuman yang diciptakan bersama bagi individu yang melanggar mungkin bisa mengurangi pelanggaran, akan tetapi tetap ada juga siswa yang merasa terganggu, ini masalah bagi guru.
Tindakan-tindakan mengontrol kelas dapat dilakukan sbb :
- Hukuman atau ancaman
- Pengubahan situasi dan siasat
- Dominasi dan pengaruh
- Kooperasi dan partisipasi
f. Iklim kelompok
Iklim kelompok akan ditentukan oleh tingkat keakraban kelompok, keakraban yang kuat akan mengontrol prilaku anggotanya.
Konsepsi-konsepsi Disiplin Kelas
1. Kontrol Yang Otoriter
Menurut pandangan kontrol otoriter ini, disiplin kelas yang baik adalah dimana siswa duduk dengan tenang sambil terus menerus memperhatikan guru, siswa hanya mendengar dan tidak diberi kesempatan untuk bertanya, menyarankan apalagi untuk mengemukakan pendapat.
Untuk mewujudkan suasana yang demikian, guru harus dapat menekan siswa sedemikian rupa, kalau perlu dengan tangan besi agar siswa tetap tenang dan disiplin.
2. Kebebasan Liberal
Bertentangan dengan konsep yang pertama, dalam pandangan ini, kedisiplinan adalah kebebasan individu untuk berbuat. Disiplin di sini diartikan sebagai kemerdekaan siswa, sehingga siswa diberikan kebebasan berbuat sesuai keinginannya dalam kelas.
Cara ini sering mendatangkan keributan dan kekacauan, sebab sebagian besar siswa belum dapat mengembangkan sikap dan perasaan bertanggung jawab dalam penggunaan kebebasan yang diberikan, bahkan ada yang dengan sengaja menyalahgunakan kebebasan yang diberikan.
3. Kebebasan terbimbing
Sebagai penengah dari kedua konsep ekstrim di atas, maka dalam pengelolaan kelas dewasa ini banyak dianjurkan untuk memakai konsep penegakan disiplin yang terbimbing. Dalam konsep ini kebebasan siswa diberikan dengan terbimbing dan terkontrol. Bahkan dalam hal-hal tertentu guru dapat bertindak tegas guna menumbuhkan kesadaran terhadap siswa.
Penanggulangan Pelanggaran Disiplin
Ada berbagai cara yang dapat ditempuh untuk menanggulangi pelanggaran disiplin. Car ayang dapat ditempuh antara lain :
I. Tindakan Preventif
Tindakan pencegahan agar tidak timbul pelanggaran disiplin dapat ditempuh dengan cara “mengenal siswa” secara mendalam. Makin baik guru mengenal siswanya makin dapat guru mencegah timbulnya masalah pelanggaran disiplin. Sebab dengan kenalnya guru secara mendalam tentang siswanya, akan semakin cepat guru mengantisipasi prilaku yang mungkin menyimpang dari yang diharapkan.
Setiap siswa pada dasarnya mempunyai daya dan tenaga untuk mengontrol dirinya. Pengenalan terhadap mereka dan latar belakangnya merupakan salah satu usaha penanggulangannya terhadap pelanggaran disiplin. Untuk mengenal siswa dapat dipakai berbagai cara/alat yang sederhana, yaitu :
a. Interest inventory merupakan acra sederhana yang dapat dibuat guru. Alat ini berupa sejumlah pertanyaan tentang buku-buku apa saja yang senang dibaca siswa, hobynya, favoritnya, apa yang dikerjakan siswa pada waktu senggang, ap ayang paling disenangi pada acara TV, guru yang disenangi dan sebagainya.
b. Sosiogram yang dibuat dalam rangka melihat bagaimana persepsinya terhadap hubungan sosio psikologis dengan teman-temannya. Sosiogram ini biasanya juga berupa daftar pertanyaan tentang pergaulannya di sekolah, teman yang disenanginya seperti apa, yang tidak disukainya dan sebagainya.
c. Feedback letter dimana siswa diminta untuk menulis surat atau membuat suatu karangan tentang perasaannya terhadap sekolah atau apa yang diinginkannya pada saat pertama memulai sekolah.
Sebagai seorang calon guru tentu anda dapat membuat cara-cara sederhana di atas untuk mengenal siswa anda, silahkan anda membuatnya dan setelah dibuat diujicobakan terhadap teman-teman anda sehingga andapun dapat memberikan suatu penilaian terhadap yang menjawab alat sederhana tersebut.
II. Tindakan Korektif
Dalam kegiatan pengelolaan bertindak cepat dan tepat sangat perlu. Dimensi tindakan merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan guru bila terjadi masalah pengelolaan. Guru yang bersangkutan dituntut untuk berbuat sesuatu dalam menghentikan perbuatan siswa yang menyimpang secepat dan setepat mungkin. Guru harus mengingatkan siswa kepada tata tertib yang telah disepekati bersama dan konsekwensinya serta harus dapat menjalankan sanksi yang seharusnya diberikan kepada pihak yang melanggar.
Kegiatan ini juga ditujukan untuk memonitor efektifitas tata tertib yang dibuat, serta dapat meninjau kembali kalau aturan tersebut tidak lagi relevan. Untuk melakukan tindakan korektif ini ada beberapa pertimbangan bagi guru :
1. Lakukan tindakan bukan dengan ceramah
Apabila dijumpai tingkah laku siswa yang mengganggu ketenangan dan ketertiban kelas lakukan tindakan menghendatikan kegiatan tersebut dengan cepat dan tepat. Cata berteriak atau berceramah pada saat itu malah akan membuat siswa bimbang. Cara-cara komunikasi non verbal akan lebih efektif daripada cara verbal, seperti dengan gerakan mata, tangan, bagi dan sebagainya.
2. Do Not Bargain
Tidak ada untungnya jika terjadi pelanggaran tata tertib, kemudian mencari siapa yang salah, atau membuka forum dialog untuk mendiskusikan aturan tata tertib. Guru harus segera menghentikan tindakan tersebut tanpa membuka dialog tentang siapa yang salah atau aturan yang kurang. Hentikan tindakan yang menyimpang tersebut dengan tindakan.
3. Gunakan kontrol kerja
Mungkin banyak diantara hal-hal yang belum tercakup dalam aturan yang disepakati dalam kelas, kewajiban guru adalah dengan usaha menghindari hal tersebut dengan kontrol sosial. Pendekatan guru terhadap siswa sangat membantu guru dalam menertibkan kelas, karena semakin dekat siswa dengan guru semakin kecil kesempatan bagi siswa untuk berbuat nakal dan melanggar tata tertib.
4. Nyatakan peraturan dan konsekwensinya
Bila ada sisa yang melanggar tata tertib secara cepat guru menjelaskan aturan yang dilanggarnya dan mengkomunikasikan pula konsekwensi dari perbuatannya, dan segera melakukan tindakan-tindakan ini biasanya dilakukan secara bertahap, peringatan teguran dan seterusnya.
Dalam menjalankan sanksi yang akan diberikan guru hendaknya cukup tegas dan berwibawa dan hendaknya dihindarkan hal-hal atau tindakan yang membuat malu siswa di depan teman-temannya. Pernyataan peraturan dan konsekwensi pelanggaran harus didengar oleh teman-temannya.
Dalam menjatuhkan konsekwensi atau hukumannya guru dapat memperhatikan beberapa hal, antara lain :
a. Pilihlah dan pakailah konsekwensinya yang paling ringan dalam pengelolaan seperti teguran, peringatan, memberi tuga stambahan hindari pemberian sanksi yang memberatkan aturan yang berupa hukuman.
b. Jika ternyata satu sanksi atau sanksi yang pertama kita pilih tidak efektif pindahlah ke sanksi lainnya yang diperkirakan akan lebih efektif.
c. Tidak tertutup kemungkinan bagi siswa untuk memilih alternatif sanksi yang sudah disepakati sebagai konsekwensi dari pelanggaran yang dibuatnya.
d. Ingat bahwa pelaksanaan konsekwensi atas pelanggaran terhadap tata tertib tidak dimaksudkan untuk menghukum.
e. Konsekwensinya dibuat untuk mengelola tindakan yang melanggar aturan pada saat tertentu. Besok adalah hari lain, satu konsekwensi hanya berlaku hari ini dan saat ini.
Dalam kegiatan, pengelolaan dibutuhkan satu kegiatan monitoring, kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan alternatif yang mana yang terbaik untuk dilakukan. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara :
- Guru mendiagnosis apakah problem itu bersumber dari anak-anak atau dari kondisi yang tidak menyenangkan.
- Mengambil tindakan yang sesuai dengan hasil diagnosis/monitoring untuk memperbaikinya.
III. Tindakan Penyembuhan
Pelanggaran yang sudah terlanjur dilakukan siswa atau sejumlah siswa peru ditanggulangi dengan tindakan penyembuhan baik secara individual maupun secara kelompok. Situasi pelanggaran dapat berbentuk :
1. Siswa melanggar sebagian besar peraturan sekolah yang sudah disepakati bersama.
2. Siswa tidak mau menerima atau menolak konsekwensi yang telah ditetapkan oleh peraturan akibat perbuatannya.
3. Seorang siswa menolak tata tertib sekolah.
Langkah-langkah penyembuhan dapat dilakukan :
1. Mengidentifikasi para siswa yang mendapat kesulitan untuk menerima atau mengikuti tata tertib konsekwensi yang sudah disepakati.
2. Membuat rencana yang akan ditempuh yang diperkirakan paling efektif untuk menganggulangi siswa yang menyimpang tersebut.
3. Menetapkan waktu pertemuan dengan siswa yang disepakati pula oleh siswa yang bersangkutan.
4. Jelaskan kepada siswa maksud dari pertemuan, dan jelaskan pula manfaat yang akan diperoleh baik oleh siswa maupun oleh sekolah dari pertemuan tersebut.
5. Tunjukkan kepada siswa bahwa gurupun bukan merupakan orang yang sempurna yang tidak lepas dari kekeliruan dan kesalahan, yang penting antara guru dan siswa harus ada kesadaran secara bersama-sama untuk memperbaiki diri dan saling mengingatkan bagi kepentingan bersama.
6. Pertemuan guru dan siswa harus tuntas, artinya harus sampai pada pemecahan masalah, yang diterima siswa dengan kesadaran dalam rangka memperbaiki tingkah laku siswa yang melanggar aturan yang dibuat.
Dalam pemecahan masalah ada tiga pola pertanyaan yang harus dijawab guru dalam membantu siswa memecahkan masalah :
• Bagaimana masalah itu dan bagaimana seriusnya.
• Bagaimana menemukan ide-ide untuk penyelesainnya
• Apa kriteria yang dipakai untuk menemukan ide-ide tersebut.
Proses pemecahan masalah melibatkan konsep meyakinkan siswa, kesuksesan pemecahan masalahtergantung kepada keyakinan mereka akan kemampuan (guru dan siswa) untuk menyelesaikan masalah, namun kadang-kadang guru kurang yakin dengan kemampuan siswa untuk memcahkan masalahnya sendiri, sehingga anak tetap selalu tergantung dengan guru.
Agar siswa benar-benar dapat terbantu maka guru harus punya wawasan tentang psikologi anggota-anggota kelompok kelas. Guru harus mengerti apa yang dapat dan apa yang tidak dapat diselesaikan kelas/kelompok ataupun individu. Guru juga harus sensitif terhadap reaksi individu ataupun reaksi kelompok terhadap situasi kelas. Anak yang selalu berada dalam kelas yang tegang akan selalu membayangkan situasi kelas seperti pengalamannya masa lalu sehingga tetap ragu-ragu untuk memperbesar kebebasan dan inisiatifnya.
Guru perlu menyadari peranan mereka sebagai pengelola aktifitas, bukan sebagai pengontrol atau pemimpin, sehingga apa yang dituntut adalah keterampilan meberikan faislitas yang berbeda-beda.
Teknik-teknik pembinaan disiplin kelas
1. Teknik Inner Control
Kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dari kesadaran siswa itu sendiri. Siswa ditanamkan kesadaran bawah aturan-aturan yang ada dibuat bukan untuk menciptakan suasana tertib dan mewujudkan situasi belajar mengajar yang optimal.
Teknik inner control ini bukan saja diberikan melalui komunikasi verbal oleh guru terhadap siswa, akan tetapi tingkah laku guru dalam mendisiplin dirinya sendiri juga akan membawa dampak yang efektif terhdap penanaman kesadaran diri siswa.
2. Teknik External Control
Pembinaan suasana yang diinginkan juga dapat diberikan dengan teknik pengontrolan dari luar. Dan pengontrolan dari luar ini bukan berarti memaksakan sesuatu aturan terhadap diri siswa. Tetapi kontrol ini bersifat pengawasan yang kadang-kadang butuh keketatan dalam pelaksanannya, namun bukan berarti tidak memperhatikan siswa sebagai subjek didik.
Pembicaraan teknik inner maupun external ini sangat tergantung dengan tingkat perkembangan siswa. Biasanya makin tinggi tingkat pendidikan makin mengarah kepada teknik inner control dan sebaliknya.
3. Teknik Cooperative Control
Disiplin kelas yang baik mengandung pula kesadaran akan tujuan bersama antara guru dan siswa. Siswa menerima bahwa guru bukan penguasa akan tetapi hanya pengendali situasi kelas agar terhindar dari suasana yang tidak diinginkan.
Pada kelas-kelas yang efektif, kelas harus dapat menjadi wadah yang menyenangkan, dimana guru dan murid dapat bekerja sama secara harmonis dan respektif, efektif dan produktif. Oleh karena itu dalam pembinaan disiplin kelas yang baik harus adan kerjasama murid dalam mengendalikan situasi kelas ke arah terwujudnya situasi kelas yang memungkinkan proses belajar berjalan optimal.
Dalam situasi yang demikian guru dan siswa dapat saling membina diri demi terjaminnya situasi, hak dan kewajiban masing-masing dan mewujudkan tujuan kelas yang bersangkutan.
Proses penegakan disiplin ini dapat dilakukan oleh guru secara tidak langsung pada saat proses belajar mengajar berlangsung yaitu dengan :
a. Distribusi tanggung jawab
Dalam tugas guru mengajar banyak kegiatan-kegiatan rutin guru yang dapat dipercayakan kepada siswa sebagai pengalaman-pengalaman belajar yang bermanfaat, serta akan memperkecil kemungkinan pelanggaran disiplin kelas, misalnya :
- Membagi-bagikan alat-alat pelajaran
- Membagikan atau mengumpulkan kertas ulangan
- Menghapus papan tulis
- Menyimpan alat-alat pelajaran dan sebagainya
Pendisitribusian tanggung jawab ini tentu dengan menyeleksi sebaik mungkin dan usahakan pelaksana pekerjaan itu diberi secara bergantian agar tidak timbul kecemburuan bagi siswa lainnya. Pada kesempatan itu pula guru akan dapat melihat tanggung jawab serta perasaan sosial masing-masing individu.
b. Diskriminasi Problem
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari dalam mengajar guru akan sering dihadapkan dengan berbagai persoalan yang muncul dalam kelas. Untuk menganggapi masing-masing persoalan tersebut guru harus dapat memilah-milah mana problem yang harus ditanggapi, atau diselesaikan dan mana problem yang dapat diselesaikan siswa itu sendiri.
Ada persoalan yang perlu ditanggapi secara tepat dan cepat dan ada pula persoalan yang sebebarnya tidak perlu ditanggapi sebab apabila ditanggapi mungkin akan memperburuk suasana, di sini diperlukan kemampuan guru untuk mendiskriminasikan problem kelas.
BAB V
MODEL DISIPLIN ASERTIF*)
Asertif dapat diartikan sebagai pemaksaan tanpa permusuhan atau penciptaan tertib ke arah siasat. Disiplin asertif adalah suatu pendekatan yang bertujuan membantu guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengelola kelas dengan penuh kepercayaan kepada dirinya.
Ada beberapa butir ide pokok disiplin asertif, antara lain :
1. Guru hendaknya bersikeras agar para siswa bersikap sopan dan bertanggung jawab.
2. Kegagalan pada tahap 1 sama halnya dengan kegagalan mengelola kelas.
3. Banyak diantara guru yang tidak mau melaksanakan kekerasan karena beranggapan kekerasan tidak manusiawi. Pendapat ini salah, karena apabila kekerasan dilaksanakan dengan benar justru manusiawi dan dapat mencegah terjadinya kenonaran.
4. Dalam kelas guru mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a. Berhak membuat suasana belajar yang optimal
b. Berhak menentukan, meminta dan mengharapkan perilaku yang cocok dari siswanya.
c. Berhak mendapat bantuan administrator perilaku yang cocok bagi siswanya.
d. Berhak mendapat bantuan adminsitrator dan orang tua apabila hal itu dianggap perlu.
5. Dalam kelas siswa mempunyai hak sebagai berikut :
a. Berhak mendapatkan guru yang bisa membantunya dalam usahanya mendapatkan diri dari perilaku yang dianggap tidak cocok.
b. Berhak mendapat guru yang memberikan dorongan positif ke arah perilaku yang cocok.
c. Berhak memilih bagaimana bertindak tanduk dengan penuh pengertian tentang konsekwensi dari tindaknya.
6. Kebutuhan, hak dan kondisi paling tepat dilaksanakan dengan disiplin asertif. Dalam melaksanakan disiplin asertif guru hendaknya berkomunikasi secara jelas dengan para siswanya tentang apa yang diharapkan dan secara konsisten menjalankan konsekwensinya. Sungguhpun demikian guru dituntut untuk tidak melaksanakan sesuatu yang dapat merugikan siswa.
7. Disiplin asertif terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. Apa yang diharapkn harus diidentifikasi dengan jelas
b. Bersedia menggunakan frase-frase seperti : “saya senang… “saya tidak senang dengan …dsb.
c. Tegas dalam apa yang diharapkannya
d. Gunakan suara dalam nada yang tegas
e. Gunakan tatapan mata
f. Gunakan isyarat-isyarat untuk memperkuat pertanyaan-pertanyaan lisan.
8. Disiplin asertif dapat membuat guru melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Berkata “tidak” tanpa mersa bersalah
b. Memberi dan menerima pujian yang dilaksanakan dengan tulus
c. Menyatakan pendapat atau perasaan yang mungkin dianggap orang sebagai ancaman.
d. Berdiri tegak apabila diserang orang (tidak mengelak tapi berani bertanggung jawab).
e. Meminta sesuatu dari orang lain tanpa perasaan kikuk
f. Mengarahkan siswa tanpa teriakan dan ancaman.
Ada tiga strategi yang perlu dalam pengelolaan kelas dengan pendekatan disiplin asertif ini, yaitu :
1. Pembuat aturan dan pelaksanaan konsekwensinya dengan taat azaz
2. Penggunaan teguran yang halus
3. Pengunaan perintah dan pengarahan
Yang dimakanan aturan adalah (biasanya tertulis) pernyataan-pernyataan yang mendiskripsikan secara jelas apa yang dimaksud dengan prilaku yang bisa diterima dan yang tidak bisa diterima.
Aturan ini harus diumumkan kepada siswa dan dipakai sebagai pedoman yang menggariskan dengan jelas “cara main kelas” tujuan aturan ini tidak lain untuk membatasi prilaku siswa. Disarankan agar aturan ini tidak terlalu banyak sehingga mudah diingat dan ditaati oleh siswa, selanjutnya jug aharus diumumkan kepada siswa konsekwensinya sekiranya aturan ini dilanggar.
Ada beberapa pendapat tentang siapa yang membuat aturan ini, sebagian ahli mengemukakan bahwa yang menyusun peraturan-peraturan adalah guru dan siswa hanya mentaatinya. Sebagian lagi berpendapat bahwa siswa perlu dilibatkan dalam membuat aturan-aturan ini. Kelompok ini beranggapan bahwa siswa akan lebih mamu mentaati aturan yang mereka ikut serta menyusunnya dari pada aturan-aturan yang sepenuhnya dibuat oleh guru. Hukuman terlelu keras biasanya tidak berhasil dengan baik. Teguran yang halus, peringatan yang sopan dan yang serupa biasanya lebih sukses. Guru hendaknya menyampaikan kepada siswa yang melanggar itu bahwa dia telah melanggar aturan dan hendaknya cepat-cepat kembali kepda tugasnya. Teguran ini sebaiknya disampaikan dengan bijaksana dan disertai dengan pengarahan.
Lima Langkah Menuju Disiplin Asertif
1. Menyadari dan menghalau sesuatu yang menghambat pelaksanaan disipling asertif.
2. Berlatih melakukan tindakan yang sesuai dengan disiplin asertif
3. Belajar membuat batas
4. Belajar melaksanakan konsekwensi terhadap pelanggaran
5. Mengimplementasikan suatu sistem disiplin asertif yang positif.
Langkah I. Melaksanakan langkah petama ini ada dua asumsi yang harus disadari oleh guru :
1. Guru harus menghalau segala sesuatu yang menghambat tegaknya disiplin/ketertiban dan ketenangan dalam kelas, guru sekali-kali tidak boleh mentolerir prilaku yang dianggap tidak pantas. Guru wajib mengambil tindakan terhadap suatu peanggaran, siapapun siswa yang berbuat. Meskipun tindakan guru tidak akan sama terhadap siswa yang melanggar. Alasannya bahwa siswa yang sedang belajar tidak boleh diganggu.
2. Guru harus menyadari bahwa dia harus mengarahkan siswa kepada prilaku yang positif. Keyakinan ini perlu ditanamkan guru terhadap dirinya sendiri, karena akan dapat membantu menghalau pelanggaran.
Langkah II. Cantor dan Cantor melihat ada tiga macam tindakan guru sebagai jawaban terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa, yaitu :
1. Tindakan non asertif
2. Tindakan yang bermusuhan
3. Tindakan asertif
Point 1 dan 2 harus ditinggalkan dan guru harus berlatih menggunakan poitn 3.
- Tindakan non asertif diwarnai oleh adenya kelemahan dipihak guru dalam menghadapi pelanggaran. Guru mengalah dan membiarkan siswanya bertindak yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tampak sekali guru tidak tegas, dan biasanya berlindung di bawah semboyan dmi kemanusiaan dan sebagainya. Guru semacam ini adalah guru yang lemah dan biasanya tidak dihargai oleh siswanya.
- Tindakan bermusuhan diwarnai oleh adanya ancaman dari guru, kata-kata yang sarkastis, penghinaan dan sebagainya. Guru yang semacam ini beranggapan bahwa kekerasan adalah jalan satu-satunya untuk menertibkan siswa. Guru sering menyerang pribadi siswa dan hal ini sering menimbulkan perasaan benci para siswa terhadap guru.
- Tindakan sertif diwarnai oleh adanya sikap yang tegas dalam diri seorang guru tanpa menimbulkan permusuhan. Guru berani bertindak, tetapi tindakannya diatur oleh aturan-aturan yang sudah diketahui oleh siswa.
Contoh-contoh tindakan :
Kasus perkelahian di kelas
Non asertif : Usahakan agar engkau tidak berkelahi di kelas
Permusuhan : Kamu betul-betul seperti orang biadab, selalu berkelahi di kelas.
Asertif : Kita tidak berkelahi dikelas. Duduk, dan jangan diteruskan perkelahian itu.
Langkah III. Pada langkah ketiga ini harus jelas mana perilaku yang boleh dan mana perilaku yang tidak boleh, artinya antara guru dan siswa harus satu bahas. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman akan pelanggaran.
Jika terjadi pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan, guru harus menegur siswa yang melangga dan menghentikannya. Dianjurkan agar teguran itu diikuti dengan pengarahan agar siswa kembali kepada situasi semula.
Cantor dan Cantor menyarankan penggunaan teguran lisan yang dikombinasikan dengan perbuatan fisik agar siswa mentaati apa yang diharapkan, termasuk prosedur konsekwensinya.
Teguran lisan ini mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Prilaku yang diminta
Empat cara dapat dipakai untuk maksud ini :
a. Isyarat dengan kata
b. Pesan dengan menggunakan “saya….”
c. Pertanyaan
d. Perintah (sebaiknya jangan dipakai karena menyulitkan masalah).
2. Empat cara di atas dapat dikerjakan dengan :
- Nada suara
- Tataoan mata
- Isyarat (bukan dengan mata)
- Penggunaan nama siswa
- Sentuhan tangan
3. Penggunaan teknik “pitingan-hitam-rusak”
Teknik ini menyarankan agar guru tetap pada apa yang diminta dan jangan sampai terkecoh oleh pernyataan siswa yang ditegur.
Misalnya :
Kasus : Perkelahian
Guru : Ali, kita tidak boleh berkelahi di kelas. Suaya tidak bisa mentolerir perkelahian. Engkau tidak boleh berkelahi di kelas.
Ali : Bukan salah saya pak, Amin yang memulai, dia memukul saya duluan.
Guru : Saya faham, saya tidak melihat siapa yang memulai. Tapi engkau tidak boleh berkelahi di kelas.
Ali : Amin yang memulai, Pak.
Guru : Oke lah, tapi engkau tidak boleh berkelahi di kelas.
Dari contoh tersebut, guru dapat saja terkecoh dari masalah perkelahian pindah ke masalah yang memulai perkelahian. Di sini guru perlu hati-hati agar tidak terkecoh. Teknik ini harus digunakan dengan hati-hati, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
- Teknik boleh digunakan sekiranya ada siswa yang membandel
- Awali ulangan itu dengan : “Bukan itu yang saya maksudnya…” atau “saya mengerti, tetapi ….”.
- Ulangan itu tidak lebih dari tiga kali
- Sesudah kali yang ketiga, laksanakan konsekwensi pelanggaran.
Langkah IV. Yang dimaksud dengan tindak lanjut adalah mengambil tindakan yang tepat apabila siswa :
a. Menolak tuntutan yang telah digariskan
b. Melakukan perbuatan sesuai aturan
Ada empat saran untuk melakukan tindak lanjut ini :
1. Buatlah janji nukan ancaman
2. Tentukan kriteria yang dipakai untuk pelaksanaan konsekwensi (kontak sosial diawal mengajar)
3. Pilihlah konsekwensi-konsekwensi yang cocok).
4. Berlatihlah dalam hal konfrontasi lisan untuk melaksanakan tindak lanjut.
Langkah V. Biasanya guru hanya cenderung memperhatikan siswa yang melanggar aturan sedangkan siswa yang taat akan aturan sering terabaikan. Dianjurkan agar siswa yang taat tersebut diberikan tindak lanjut yang positif. Ada beberapa pengaruh yang dapat dipetik dari pemberian tindak lanjut yang positif ini, antara lain :
- Pengaruh guru terhadap siswanya meningkat
- Suasana kelas akan semakin menyenangkan.
Konsekwnsi positif ini dapat berupa :
- Perhatikan khusus dari guru
- Surat kepada orang tua berupa laporan positif
- Pemberian hasiah baik berbentuk benda maupun berbentuk penghargaan
- Memberikan privilage tertentu
- Dan sebagainya.
BAB VI
USAHA-USAHA MENINGKATKAN DISIPLIN
Pada bagian terdahulu berbagai teknik serta usaha guru untuk membina disiplin kelas dijelaskan dengan panjang lebar. Namun masih ada beberapa uaha yang dapat dilakukan guru dalam membina dan meningkatkan disiplin siswa dalam kelas.
H.C. Lindgren, mengemukakan tiga usaha guru untuk meningkatkan disiplin kelas : stage settting, reducing anxiety, increasing anxiety.
1. Pengaturan arena kelas
Lingkungan fisik kelas dapat dibedakan kepada dua bagian ada lingkungan personal (siswa) dan ada lingkungan non personal yaitu kursi meja dan sebagainya. Seperti diuraikan pada bagian terdahulu bahwa ada lingkungan kelas ini yang dapat diintervensi oleh guru dan ada yang tidak. Contoh lingkungan yang dapat diatur oleh guru seperti pengaturan kursi meja, gambar, papan tulis dan sebagainya. Sedangkan lingkungan yang tidak dapat diintervensi oleh guru seperti bentuk ruangan, bentuk kursi dan bentuk meja, ukuran meja bangku dsb.
Pengelolaan kelas dapat menjadi menantang apabila terdapat ketidaksesuaian antara yang dibutuhkan dengan pelaksanaan yang harus dilakukan. Dalam pengelolaan kelas yang menantang tersebut seorang guru harus mempunyai keterampilan untuk dapat mengatur dan memafaatkan sarana yang ada guna mencapai tujuan instruksional.
Kelas yang diatur dalam bentuk biasa atau kelas tradisional yaitu bentuk kelas dimana anak-anak duduk bersama-sama dan menghadap ke arah yang sama. Kelas seperti ini umumnya dipakai dalam penempatan siswa di Indonesia. Dalam penempatan siswa pada kelas sistem ini ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian guru yaitu :
a. Tempat duduk siswa
Menempatkan siswa secara kurang hati-hati dapat membawa pengaruh terhadap minat, perhatian serta motivasi belajar siswa.
Ada siswa yang kurang senang duduk di depan, dan ada siswa yang tidak suka duduk di bagian belakang.
Posisi tempat duduk siswa membuat perbedaan penting atas perhatian mereka. Andrew I Schewel dan Bennis L Cherlin dari hasil penelitiannya membuat beberapa kesimpulan, antara lain :
- Pada umumnya guru mengetahui berbagai teknik pengaturan kelas, tetapi cenderung menggunakan teknik yang dapat lebih meningkatkan disiplin kelas yang ditinjau dari sudut pandang guru tanpa memberikan banyak pertimbangan kpada kepentingan siswa.
- Tingkah laku siswa dalam kelas banyak dipengaruhi oleh posisi tempat duduk dimana mereka didudukkan di dalam ruangan kelas.
- Tempat duduk siswa juga dipengaruhi oleh cara temannya dan guru dalam menanggapi si siswa tersebut. Kalau siswa tidak mendapat perhatian dari guru, atau ada siswa yang sengaja pindah duduk mendekat ke tempat yang mudah mendapat perhatian dari guru.
- Pengaturan arena kelas tidak hanya mempengaruhi tingkah laku siswa akan tetapi juga mempengaruhi tingkah laku guru.
Bagaimana sebaiknya menempatkan siswa dalam kelas, apa kriteria yang sebaiknya dipergunakan untuk menempatkan siswa posisi tertentu. Amati kelas anda dan bagaimana sebaiknya menempatkan siswanya.
b. Pengurangan Kecemasan Siswa
Salah satu fungsi penting guru adalah mengurangi rasa cemas diri siswa atau orang yang dipimpinnya. Tentu saja ada rasa cemas yang minimal secara esensial diperlukan dalam proses belajar, tetapi kecemasan yang terlalu tinggi juga akan menganggu proses belajar. Kecemasan-kecemasan yang minimal itu misalnya, siswa cemas kalau tidak memperoleh nilai yang baik, cemas tidak akan naik kelas, tidak lulus ujian. Tetapi bila kecemasan itu menjadi sedemikian besarnya sehingga siswa menjadi agresif dan memusuhi guru atau kawan-kawannya tentu tidak akan menunjang proses belajar yang baik. Kecemasan yang demikian harus dikurangi oleh guru atau dihilangkan oleh guru.
Implikasinya sekarang adalah bagaimana guru dapat mengetahui, apakah ada terdapat kecemasan dalam diri siswanya, dan jika ada seberapa besar kadar kecemasan tersebut. Guru yang terampil dan institusi selalu dapat melihat, merasakan dan mengerti tingkat kecemasan siswanya, dan menangani hal-hal tersebut secara cepat.
Kecemasan siswa dapat menjalar kepada siswa lainnya, sehingga hal tersebut dapat saja menjadi kecemasan kelompok. Biasanya kecemasan kelompok itu bersumber dari problem-problem kelas yang berhubungan dengan prilaku, antara lain adalah :
a. Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok atau klik-klik dan pertentangan jenis kelamin
b. Tidak ada standar prilaku dalam kerja kelompok, misalnya ribut-ribut, bercakap-cakap atau pergi kesana kemari dalam kelas.
c. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh dan sebagainya.
d. Kelas mentoleransi kekeliruan temannya, ialah menerima dan mensupport individu yang keliru.
e. Mudah mereaksi negatif/terganggu, misalnya jika didatangi supervisi, tamu dsb, kelas berubah situasinya.
f. Moral rendah, permusuhan, agresif.
g. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas tambahan.
Agar kecemasan siswa dapat berkurang guru harus dapat memperhatikan sumber kecemasan. Kecemasan yang disebabkan oleh kurangnya kesatuan atau keakraban kelompok biasanya ditentukan oleh tarikan-tarikan interpersonal atau saling menyukai satu sama lainnya. Keakraban kelompok ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Perasaan diterima atau disukai oleh teman-temannya
b. Tarikan kelompok
c. Teknik pengelompokkan oleh guru
d. Partisipasi dan keterlibatan dalam kelompok
e. Peerimaan tujuan kelompok dan persetujuan dalam cara mencapainya
f. Struktur dan sifat-sifat kelompok.
Usaha-usaha guru untuk meningkatkan keakraban dalam kelompok sehingga kecemasan siswa bisa minimal dapat dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan kesadaran bahwa kebutuhan individu dapat dipenuhi dengan menfungsikannya dalam kelompok.
b. Menekankan bahwa hasil belajar yang baik dapat diperoleh melalui kelompok.
c. Menenaknakn potensi kelompok untuk mempersyaratkan prestise individu.
d. Menggunakan teknik kerjasama
Selain itu dapat pula dilakukan untuk meningkatkan keakraban kelompok ini dengan alat-alat eksternal antaranya :
a. Memberi kepuasan kepada kelompok bila berhasil
b. Dengan meningkatkan kesadaran siswa tentang tugas kelas yang menarik
c. Dengan menekankan kepuasan yang diperoleh lewat kerjasama dalam kelas.
d. Dengan menenaknakn kepada kelompok bahwa mereka adalah kelompok yang baik.
e. Dengan menekankan dan menunjukkan prestise mereka.
f. Dengan mendramatisir hal-hal yang baru dan menarik yang akan mereka pelajari melalui aktifitas kelompok.
g. Dengan memberi kesempatan kepada kelompok untuk merencanakan aktifitas-aktifitas mereka.
h. Dengan memberikan model penilaian yang menggairahkan kelompok.
Guru-guru dapat mengembangkan kesatuan kelas, menciptakan perasaan baik dan kesadaran kerja sama dengan berbuat jujur dan menghargai prilaku kelompok.
Untuk menciptakan standar yaitu dengan memberikan pengarahan siswa yang disertai dengan pertimbangan para guru serta sikap ramah, lemah lembut. Akan tetapi dengan dara ini saja belum tentu akan berjalan efektif. Siswa juga perlu diberi kesempatan untuk memutuskan sendiri bagaimana standar prilaku yang mereka anggap baik. Dengan demikian mereka akan berkesempatan untuk memenuhi kebutuhan individu. Hal ini akan memungkinkan siswa berkembang secara otonomi dan kepuasan secara instrinsik akan diterima siswa dan kecemasannya akan berkurang.
Dengan menetapkan standar dan prilaku dalam kelas akan memungkinkan berkurangnya kecemasan yang akan terjadi, karena standar dapat dijadikan suatu ukuran dan patokan bagi siswa dalam mengontrol prilakunya dalam kelas.
Standar dapat diartikan sebagai aturan prilaku, ini membutuhkan pengaturan diri dalam waktu panjang. Standar prilaku akan sangat terkait dengan norma-norma yang dianut siswa dalam kelas. Karena norma-norma ini lebih mengacu kepada tindak tanduk tentang sopan santun di kelas. Perlu ditegaskan bahwa standar dan norma-norma kelas tidak boleh kaku, hal ini perlu sebagai suatu strategi guru dalam membina kelas.
3. Meningkatkan Kecemasan
Berlawanan dengan cara nomor dua di atas, cara ini untuk meningkatkan disiplin kelas yaitu dengan jalan meningkatkan kekhwatiran guru kecemasan siswa pada dirinya sendiri. Seperti disinggung di atas bahwa untuk menjalankan proses belajar dengan efektif siswa perlu memiliki tingkas kecemasan yang minimal. Tugas guru adalah menjaga ahar tingkas kecemasan siswa tetap berada dan mendisiplinkan diri. Harus diperhatikan bahwa tingkat kecemasan yang berlebihan akan mengganggu dan menghambat semangat belajar, sedangkan tanpa kekhwatiran siswa akan kurang memperhatikan pelajaran, hak-hak dan perasaan orang lain. Ketiadaan kekhwatiran pada diri siswa dalam suatu prises belajar dapat menimbulkan berbagai masalah, baik yang bersifat instruksional maupun yang bersifat pengelolaan kelas. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah, seberapa besar kadar kecemasan yang dianggap cukup atau normal dalam diri anak.
Suatu kecemasan disebut normal apabila kualitas kecemasan itu nampak dalam bentuk yang biasa disebut “conscience” atau kesadaran, biasa juga disebut dalam istilah psikologisya dengan superego. Jadi suatu kecemasan berada dalam tingkat yang cukup apabila kecemasan itu telah dapat menumbuhkan kesadaran untuk mendisiplinkan diri guna melakukan sesuatu yang positif.
Salah satu tugas guru adalah menjaga tingkat kadar kecemasan yang normal dan membantu menumbuhkan struktur superego yang cukup pada diri siswa baik secara perorangan maupun secara kelompok. Memang tidak ada alat yang secara matematika dapat digunakan untuk mengukur besar kecilnya kadar kecemasan itu, akan tetapi seorang guru yang intuitif dapat merasakan dan mengerti serta memperkirakan kadar kekwatiran yang ada dalam diri siswanya. Satu-satunya indikator yang dapat digunakan ialah apabila siswa telah memperlihatkan keprihatinan yang memadai dan kesadaran yang cukup tentang tanggung jawabnya, terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan tingkat kecemasan yang normal, misalnya dengan penuat gestural dan diikuti penguat verbal tentang tanggung jawab mereka.
BAB VII
HUKUMAN DALAM PENGELOLAAN KELAS
I. Pengertian Hukuman
Penganut teori behaviorist menganggap hukuman sebagai salah satu cara untuk memperbaiki tingkah laku, namun mareka beranggapan bahwa hukuman bukan meruoakan alat pengelolaan kelas yang efektif. Bahkan mereka menyebut bahwa hukuman sebagai penggunaan stimulus yang tidak menyenangkan untuk mengurangi atau menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Susan O Leary dan K Daniel O Leary mendefenisikan hukuman sebagai suatu perbuatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perbuatan atau konsekwensi dari suatu perbuatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perbuatan itu dimasa yang akan datang atau perbuatan stimulus yang tidak disukai sebagai akibat dari perbuatannya.
Batasanpengertian hukuman dapat ditegaskan bahwa hukuman harus bersifat educatif dan tidak boleh bersifat pemuas luapan emosi guru atau tidak boleh sebagai balas dendam serta pelampiasan rasa benci guru terhadap siswa. Dalam konteks situasi belajar mengajar hukuman yang digunakan harus ada hubungannya dengan situasi belajar siswa. Hukuman yang diluar konteks belajar mengajar merupakan suatu perbuatan yang tidak terpuji guru, karena hukuman pada hakekatnya ditujukan untuk memperlancar dan tercapainya tujuan instruksional yang diharapkan.
Dalam menjatuhkan hukuman terhadap siswa guru harus paham makna hukuman yang ditimpakan terhadap siswanya. Guru dalam menghukum hendaknya berpedoman kepada “dihukum karena telah bersalah dan dihukum agar tidak lagi berbuat salah”. Dalam menjatuhkan hukuman terhadap siswa perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Kapan hukuman itu dipergunakan
- Terhadap siapa hukuman itu diberikan (laki-laki atau prempuan)
- Bagaimana hukuman itu dilaksanakan
- Dimana hukuman itu dilaksanakan
- Sudah pantaskan hukuman itu dijatuhkan.
Berbagai bentuk hukuman dapat dilaksanakan guru terhadap siswanya yang melanggar aturan, akan tetapi guru perlu menyadari berapa hal sebelum memutuskan hukuman, yaitu :
- Hukuman tidak boleh diberikan dalam keadaan marah
- Hukuman tidak boleh diberikan sebagai pembalasan dendam
- Hukuman yang diberikan memberikan efek yang positif terhadap perobahan tingkah laku siswa.
Selain itu untuk meminimalkan efek sampingan dari hukuman yang diberikan terhadap siswa perlu pula diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Gunakan hukuman hanya bila betul-betul perlu, dan jangan terlalu sering menggunakan hukuman.
b. Jelaskan kepada siswa kenapa ia dihukum
c. Berikan segi pengukuhan positif dari hukuman itu
d. Dorong siswa untuk meninggalkan tingkah laku yang menyebabkan ia dihukum/
e. Hindarkan hukuman fisik
f. Hukumlah sesuatu perbuatan di saat ia baru mulai, dan hindarkan menghukum sesudah perbuatan itu selesai dikerjakannya.
g. Hukumlah individu yang berbuat salah, dan jangan mengumumkan hukuman kepada siswa yang tidak bersalah.
Jika guru menghukum siswa yang dihukum adalah prilaku siswa yang menyimpang bukan individu, artinya jika ingin membenci, maka bencilah perbuatannya jangan benci individunya.
II. Teknik-teknik Hukuman
Hukuman dapat diberikan guru berupa :
Tatapan mata yang tajam kepada siswa
Nasehat-nasehat, teguran dan kecaman
Selain itu dapat juga dilakukan dengan cara :
Pelanggaran pertama : Nama siswa ditulis dalam buku pelanggaran
Pelanggaran kedua : Siswa mendapat peringatan tertulis
Pelanggaran ketiga : Siswa disuruh menghadap wali kelas atau kepala sekolah.
Pelanggaran keempat : Memanggil orang tua siswa ke sekolah
Pelanggaran kelima : Menskor siswa untuk beberapa hari, dsb.
Disamping itu guru juga mempertimbangkan teknik menghukum langsung :
1. Menghilangkan hak privilege
Siswa yang menyimpang atau sudah berulangkali ditegur atau dinasehati namun tetap juga tidak berobah, guru dapat menjatuhkan hukuman dengan mencabut hak-hak istimewanya seperti :
- Tidak mendapat kesempatan dalam pembagian sesuatu
- Tidak boleh ikut kegiatan-kegiatan tertentu.
Kehilangan hak ini biasanya akan diikuti dengan tindakan menentang atau pembangkangan, maka guru harus tetap waspada dan secara bijaksana menyakinkan siswa yang bersangkutan tentang kenapa dia kehilangan haknya itu. Apabila guru dapat meyakinkan siswa sehingga dia paham dengan jelas apa yang diharapkan darinya maka dia akan ikhlas menerimanya dengan rasa tanggung jawab.
2. Menuslis sekian kali
Ada pula guru yang memberikan hukuman dengan cara meminta siswa menulis sekian kali kata-kata atau kalimat hukuman. Jika teknik ini mempunyai efek yang riil maka cara ini dapat digunakan asalkan tidak terlalu banyak.
3. Penahanan di kelas
Sebagai hukuman atas perbuatannya siswa adakalanya ditahan oleh guru di kelas, misalnya tidak boleh keluar main-main atau tidak boleh pulang setelah habis jam pelajaran. Teknik ini mungkin akan lebih efektif apabila diikuti dengan penugasan sebagai kompensasi (ganti rugi) atas kelalaianna.
4. Hukuman fisik
Dalam sekolah modern sekarang ini hukuman fisik adalah sesuatu yang dihindarkan, karena hanya akan mendatangkan problema baru.
Bagaimana pendapat anda tentang bentuk-bentuk hukuman di atas, terutama hukuman fisik, dan apakah masih ada bentuk hukuman lain yang pernah anda lihat pelaksanaannya di sekolah. Dan mana hukuman yang paling efktif menurut pendapat anda.
5. Penugasan
Memberikan hukuman terhadap siswa dalam bentuk penugasan bukan hanya merupakan suatu fungsi managerial seorang guru, tetapi juga merupakan methode pengajaran yang dapat dipergunakan untuk mengefektifkan pelajaran yang diberikan.
Dalam pelaksanaannya guru harus dapat memperhatikan, bahwa tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa, selain itu perlu pula dipertimbangkan.
a. Kwantitas, yaitu banyaknya tugas yang dibebankan, jangan terlalu banyak, sedikit tapi efektif.
b. Frekwensi, jangan terlalu sering memberikan tugas, sesuaikan dengan tujuan pelajaran, situasi dan kondisi.
c. Konsekwensi, guru harus disiplin memeriksa dan menjalankan konsekwensi yang akan dijatuhkan jika tugas itu tidak dikerjakan.
PENDAHULUAN
Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid.
Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran, dsb. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Bukupun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar.
Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku.
Sehubungan dengan itu, perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya dengan tepat. Rambu-rambu dimaksud antara lain berisikan konsep dan prinsip pemilihan materi pembelajaran, penentuan cakupan, urutan, kriteria dan langkah-langkah pemilihan, perlakuan/pemanfaatan, serta sumber materi pembelajaran.
PEMILIHAN BAHAN AJAR DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK)
Pembelajaran berbasis kompetensi didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang ingin dicapai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas. Perumusan dimaksud diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi meliputi standar materi atau standar isi (content standard) dan standar pencapaian (performance standard). Standar materi berisikan jenis, kedalaman, dan ruang lingkup materi pembelajaran yang harus dikuasi siswa, sedangkan standar penampilan berisikan tingkat penguasaan yang harus ditampilkan siswa. Tingkat penguasaan itu misalnya harus 100% dikuasai atau boleh kurang dari 100%. Sesuai dengan pokok-pokok pikiran tersebut, masalah materi pembelajaran memegang peranan penting dalam rangka membantu siswa mencapai standar kompetensi.
Kapankah materi pembelajaran atau bahan ajar ditentukan atau dipilih? Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran, termasuk pembelajaran berbasis kompetensi, bahan ajar dipilih setelah identitas mata pelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar ditentukan. Seperti diketahui, langkah-langkah pengembangan pembelajaran sesuai KBK antara lain pertama-tama menentukan identitas matapelajaran. Setelah itu menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, strategi pembelajaran/pengalaman belajar, indikator pencapaian, dst. Setelah pokok-pokok materi pembelajaran ditentukan, materi tersebut kemudian diuraikan. Uraian materi pembelajaran dapat berisikan butir-butir materi penting (key concepts) yang harus dipelajari siswa atau dalam bentuk uraian secara lengkap seperti yang terdapat dalam buku-buku pelajaran.
Seperti diuraikan di muka, materi pembelajaran (bahan ajar) merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi pembelajaran berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa.
Materi pembelajaran perlu dipilih dengan tepat agar seoptimal mungkin membantu siswa dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Masalah-masalah yang timbul berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran menyangkut jenis, cakupan, urutan, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran dan sumber bahan ajar. Jenis materi pembelajaran perlu diidentifikasi atau ditentukan dengan tepat karena setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi, media, dan cara mengevaluasi yang berbeda-beda. Cakupan atau ruang lingkup serta kedalaman materi pembelajaran perlu diperhatikan agar tidak kurang dan tidak lebih. Urutan (sequence) perlu diperhatikan agar pembelajaran menjadi runtut. Perlakuan (cara mengajarkan/menyampaikan dan mempelajari) perlu dipilih setepat-tepatnya agar tidak salah mengajarkan atau mempelajarinya (misalnya perlu kejelasan apakah suatu materi harus dihafalkan, dipahami, atau diaplikasikan).
PENGERTIAN BAHAN AJAR (MATERI PEMBELAJARAN)
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dsb. (Ibu kota Negara RI adalah Jakart; Negara RI merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945). Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu obyek (Contoh kursi adalah tempat duduk berkaki empat, ada sandaran dan lengan-lengannya).
Termasuk materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang menggambarkan “jika..maka….”, misalnya “Jika logam dipanasi maka akan memuai”, rumus menghitung luas bujur sangkar adalah sisi kali sisi.
Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah mengoperasikan peralatan mikroskup, cara menyetel televisi. Materi jenis sikap (afektif) adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar, semangat bekerja, dsb.
Untuk membantu memudahkan memahami keempat jenis materi pembelajaran aspek kognitif tersebut, perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1: Klasifikasi Materi Pembelajaran Menjadi Fakta, Konsep, Prosedur, dan Prinsip
No. Jenis Materi Pengertian dan contoh
1. Fakta Menyebutkan kapan, berapa, nama, dan di mana.
Contoh:
Negara RI merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945; Seminggu ada 7 hari; Ibu kota Negara RI Jakarta; Ujung Pandang terletak di Sulawesi Selatan.
2. Konsep Definisi, identifikasi, klasifikasi, ciri-ciri khusus.
Contoh:
Hukum ialah peraturan yang harus dipatuh-taati, dan jika dilanggar dikenai sanksi berupa denda atau pidana.
3. Prinsip Penerapan dalil, hukum, atau rumus. (Jika…maka….).
Contoh:
Hukum permintaan dan penawaran (Jika penawaran tetap permintaan naik, maka harga akan naik).
4. Prosedur Bagan arus atau bagan alur (flowchart), algoritma, langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut.
Contoh:
Langkah-langkah menjumlahkan pecahan ialah:
1. Menyamakan penyebut
2. Menjumlahkan pembilang dengan dengan pembilang dari penyebut yang telah disamakan.
3. Menuliskan dalam bentuk pecahan hasil penjumlahan pembilang dan penyebut yang telah disamakan.
Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajran. Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar.
IV. PRINSIP-PRINSIP PEMILIHAN BAHAN AJAR
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau ghbahan hafalan.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMILIHAN BAHAN AJAR
Sebelum melaksanakan pemilihan bahan ajar, terlebih dahulu perlu diketahui kriteria pemilihan bahan ajar. Kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata lain, pemilihan bahan ajar haruslah mengacu atau merujuk pada standar kompetensi.
Setelah diketahui kriteria pemilihan bahan ajar, sampailah kita pada langkah-langkah pemilihan bahan ajar. Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi pertama-tama mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar. Langkah ketiga memilih bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi tadi. Terakhir adalah memilih sumber bahan ajar.
Secara lengkap, langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar
1. Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap aspek standar kompetensi tersebut memerlukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang berbeda-beda untuk membantu pencapaiannya.
B. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur (Reigeluth, 1987).
1. Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya.
2. Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi.
3. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium, paradigma, teorema.
4. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara pembuatan bel listrik.
5. Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian.
6. Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.
C. Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
Pilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Perhatikan pula jumlah atau ruang lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam mencapai standar kompetensi.
Berpijak dari aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah memilih jenis materi yang sesuai dengan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut. Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang berbeda-beda. Misalnya metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau psikomotorik. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran:
1. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa mengingat nama suatu objek, simbul atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah “fakta”.
Contoh:
Nama-nama ibu kota kabupaten, peristiwa sejarah, nama-nama organ tubuh manusia.
2. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi ? Kalau jawabannya “ya” berarti materi yang harus diajarkan adalah “konsep”.
Contoh :
Seorang guru menunjukkan beberapa tumbuh-tumbuhan kemudian siswa diminta untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan mana yang termasuk tumbuhan berakar serabut dan mana yang berakar tunggang.
3. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menjelaskan atau melakukan langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu ? Bila “ya” maka materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”.
Contoh :
Langkah-langkah mengatasi permasalahan dalam mewujudkan masyarakat demokrasi; langkah-langkah cara membuat magnit buatan; cara-cara membuat sabun mandi, cara membaca sanjak, cara mengoperasikan komputer, dsb.
4. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menentukan hubungan antara beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep ? Bila jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori “prinsip”.
Contoh :
Hubungan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu barang dalam lalu lintas ekonomi. Jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik. Cara menghitung luas persegi panjang. Rumus luas persegi panjang adalah panjang dikalikan lebar.
5. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa memilih berbuat atau tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek afektif, sikap, atau nilai.
Contoh:
Ali memilih mentaati rambu-rambu lalulintas meskpipun terlambat masuk sekolah setelah di sekolah diajarkan pentingnya mentaati peraturan lalulintas.
6. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa melakukan perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah aspek motorik.
Contoh:
Dalam pelajaran lompat tinggi, siswa diharapkan mampu melompati mistar 125 centimeter. Materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah teknik lompat tinggi.
D. Memilih sumber bahan ajar
Setelah jenias materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual, dsb.
VI. PENENTUAN CAKUPAN DAN URUTAN BAHAN AJAR
Masalah cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian materi pembelajaran penting diperhatikan. Ketepatan dalam menentukan cakupan, ruang lingkup, dan kedalaman materi pembelajaran akan menghindarkan guru dari mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu mendalam. Ketepatan urutan penyajian (sequencing) akan memudahkan bagi siswa mempelajari materi pembelajaran.
A. Penentuan cakupan bahan ajar
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan apakah materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik, sebab nantinya jika sudah dibawa ke kelas maka masing-masing jenis materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang berbeda-beda.
Selain memperhatikan jenis materi pembelajaran juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh siswa. Sebagai contoh, proses fotosintesis dapat diajarkan di SD, SLTP dan SMU, juga di perguruan tinggi, namun keluasan dan kedalaman pada setiap jenjang pendidikan tersebut akan berbeda-beda. Semakin tinggi jenjang pendidikan akan semakin luas cakupan aspek proses fotosintesis yang dipelajari dan semakin detail pula setiap aspek yang dipelajari. Di SD dan SLTP aspek kimia disinggung sedikit tanpa menunjukkan reaksi kimianya. Di SMU reaksi-reaksi kimia mulai dipelajari, dan di perguruan tinggi reaksi kimia dari proses fotosintesis semakin diperdalam.
Prinsip berikutnya adalah prinsip kecukupan (adequacy). Kecukupan (adequacy) atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Misalnya, jika suatu pelajaran dimaksudkan untuk memberikan kemampuan kepada siswa di bidang jual beli, maka uraian materinya mencakup: (1) penguasaan atas konsep pembelian, penjualan, laba, dan rugi; (2) rumus menghitung laba dan rugi jika diketahui pembelian dan penjualan; dan (3) penerapan/aplikasi rumus menghitung laba dan rugi.
Cakupan atau ruang lingkup materi perlu ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Misalnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia: Salah satu kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki siswa "Membuat Surat Dinas ". Setelah diidentifikasi, ternyata materi pembelajaran untuk mencapai kemampuan Membuat Surat Dinas tersebut termasuk jenis prosedur. Jika kita analisis, secara garis besar cakupan materi yang harus dipelajari siswa agar mampu membuat surat dinas meliputi: (1) Pembuatan draft atau konsep surat, (2) Pengetikan surat, (3) Pemberian nomor agenda dan (4) Pengiriman. Setiap jenis dari keempat materi tersebut masih dapat diperinci lebih lanjut.
B. Penentuan urutan bahan ajar
Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan membagi jika materi pengurangan belum dipelajari.
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis.
1. Pendekatan prosedural.
Urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera video.
2. Pendekatan hierarkis
Urutan materi pembelajaran secara hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Contoh : Urutan Hierarkis (berjenjang)
Soal ceritera tentang perhitungan laba rugi dalam jual beli Agar siswa mampu menghitung laba atau rugi dalam jual beli (penerapan rumus/dalil), siswa terlebih dahulu harus mempelajari konsep/ pengertian laba, rugi, penjualan, pembelian, modal dasar (penguasaan konsep). Setelah itu siswa perlu mempelajari rumus/dalil menghitung laba, dan rugi (penguasaan dalil). Selanjutnya siswa menerapkan dalil atau prinsip jual beli (penguasaan penerapan dalil).
Contoh lain tentang urutan operasi bilangan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2: Contoh Urutan Materi pembelajaran Secara Hierarkis
Kompetensi dasar Urutan Materi
1. Mengoperasikan bilangan 1.1. Penjumlahan
1.2. Pengurangan
1.3. Perkalian
1.4. Pembagian
VII. SUMBER BAHAN AJAR
Sumber bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya. Misalnya, siswa ditugasi untuk mencari koran, majalah, hasil penelitian, dsb. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber dimaksud dapat disebutkan di bawah ini:
1. Buku teks
Buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit dapat dipilih untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Buku teks yang digunakan sebagai sumber bahan ajar untuk suatu jenis matapelajaran tidak harus hanya satu jenis, apa lagi hanya berasal dari satu pengarang atau penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas.
2. Laporan hasil penelitian
Laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir.
3. Jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah)
Penerbitan berkala yang berisikan hasil penelitian atau hasil pemikiran sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji kebenarannya.
4. Pakar bidang studi
Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar. Pakar tadi dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb.
5. Profesional
Kalangan professional adalah orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan. Sehubungan dengan itu bahan ajar yang berkenaan dengan eknomi dan keuangan dapat ditanyakan pada orang-orang yang bekerja di perbankan.
6. Buku kurikulum
Buku kurikulm penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya berisikan pokok-pokok materi. Gurulah yang harus menjabarkan materi pokok menjadi bahan ajar yang terperinci.
7. Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan.
Penerbitan berkala seperti Koran banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran. Penyajian dalam koran-koran atau mingguan menggunakan bahasa popular yang mudah dipahami. Karena itu baik sekali apa bila penerbitan tersebut digunakan sebagai sumber bahan ajar.
8. Internet
Bahan ajar dapat pula diperoleh melalui jaringan internet. Di internet kita dapat memperoleh segala macam sumber bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi.
9. Media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio)
Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan belantara melalui siaran televisi.
10. Lingkungan ( alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi)
Berbagai lingkungan seperti lingkungan alam, lingkungan social, lengkungan seni budaya, teknik, industri, dan lingkungan ekonomi dapat digunakan sebgai sumber bahan ajar. Untuk mempelajari abrasi atau penggerusan pantai, jenis pasir, gelombang pasang misalnya kita dapat menggunakan lingkungan alam berupa pantai sebagau sumber.
Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber abahan ajar. Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian semester atau pergantian tahun. Buku-buku pelajaran atau buku teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber yang relevan dengan materi yang telah dipilih untuk diajarkan.
Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain.
VIII. LANGKAH-LANGKAH PEMANFAATAN BAHAN AJAR
A. Strategi penyampaian bahan ajar oleh Guru
1. Strategi urutan penyampaian simultan
Jika guru harus menyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global). Misalnya guru akan mengajarkan materi Sila-sila Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pertama-tama Guru menyajikan lima sila sekaligus secara garis besar, kemudian setiap sila disajikan secara mendalam.
2. Strategi urutan penyampaian suksesif
Jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara mendalam pula. Contoh yang sama, misalnya guru akan mengajarkan materi Sila-sila Pancasila. Pertama-tama guru menyajikan sila pertama yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah sila pertama disajikan secara mendalam, baru kemudian menyajikan sila berikutnya yaitu sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Strategi penyampaian fakta
Jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama lambang atau simbol, dsb.) strategi yang tepat untuk mengajarkan materi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sajikan materi fakta dengan lisan, tulisan, atau gambar.
b. Berikan bantuan kepada siswa untuk menghafal. Bantuan diberikan dalam bentuk penyampaian secara bermakna, menggunakan jembatan ingatan, jembatan keledai, atau mnemonics, asosiasi berpasangan, dsb. Bantuan penyampaian materi fakta secara bermakna, misalnya menggunakan cara berpikir tertentu untuk membantu menghafal. Sebagai contoh, untuk menghafal jenis-jenis sumber belajar digunakan cara berpikir: Apa, oleh siapa, dengan menggunakan bahan, alat, teknik, dan lingkungan seperti apa? Berdasar kerangka berpikir tersebut, jenis-jenis sumber belajar diklasifikasikan manjadi: Pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan. Bantuan mengingat-ingat jenis-jenis sumber belajar tersebut menggunakan jembatan keledai, jembatan ingatan (mnemonics) menjadi POBATEL (Pesan, orang bahan, alat, teknik, lingkungan).
Bantuan menghafal berupa asosiasi berpasangan (pair association) misalnya untuk mengingat-ingat di mana letak stalakmit dan stalaktit pada pelajaran sains. Apakah stalaktit di atas atau di bawah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pasangkan huruf T pada atas, dengan T pada tit-nya stalaktit. Jadi stalaktit terletak di atas, sedangkan stalakmit terletak di bawah.
Contoh lain penggunaan jembatan keledai atau jembatan ingatan: (1) PAO-HOA (Panas April-Oktober, Hujan Oktober – April). (2) Untuk menghafal nama-nama bulan yang berumur 30 hari digunakan AJUSENO (April, Juni, September, Nopember).
4. Strategi penyampaian konsep
Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan, menggeneralisasi, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan konsep: Pertama sajikan konsep, kedua berikan bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), ketiga berikan latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain, keempat berikan umpan balik, dan kelima berikan tes.
Contoh:
Penyajian konsep tindak pidana pencurian
Langkah 1: Penyajian konsep
Sesuai pasal 362 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja mengambil barang milik orang lain dengan melawan hukum dengan maksud untuk dimiliki dihukum dengan hukuman penjara sekurang-kurangnya … tahun.”
Langkah 2: Pemberian bantuan
a. Murid dibantu untuk menghafal konsep dengan kalimat sendiri, tidak harus hafal verbal terhadap konsep yang dipelajari (dalam hal ini Pasal pencurian).
b. Tunjukkan unsur-unsur pokok konsep tindak pidana pencurian, yaitu:
1) Mengambil barang (bernilai ekonomi)
2) Barang itu milik orang lain
3) Dengan melawan hukum (tanpa seijin yang empunya)
4) Dengan maksud dimiliki (mengambil uang untuk jajan).
Contoh positip: Wawan malam hari masuk pekarangan Ali dengan merusak pintu pagar (sengaja) mengambil (melawan hukum) material bangunan berupa besi beton (barang milik orang lain), kemudian dijual, uangnya untuk membeli beras (dengan maksud dimiliki). Contoh negatif/salah (bukan contoh tapi mirip): Badu meminjam sepeda Gani tidak dikembalikan melainkan dijual uangnya untuk membeli makan. Dari contoh negatif atau contoh yang salah ini, unsur-unsur “sengaja mengambil barang milik orang lain dengan maksud dimiliki” terpenuhi, tetapi ada satu unsur yang tidak terpenuhi, yaitu “melawan hukum”, karena “meminjam”. Jadi pengambilan barang seijin yang empunya. Karena itu perbuatan tersebut bukan termasuk tindak pidana pencurian, melainkan penggelapan.
Langkah 3: Latihan
Pertama-tama murid diminta menghafal dengan kalimat sendiri (hafal parafrase) Kemudian murid diminta memberikan contoh kasus pencurian lain selain yang dicontohkan oleh guru untuk mengetahui pemahaman murid terhadap materi tindak pidana pencurian.
Langkah 4: Umpan balik
Berikan umpan balik atau informasi apakah murid benar atau salah dalam memberikan contoh. Jika benar berikan konfirmasi, jika salah berikan koreksi atau pembetulan.
Langkah 5: Tes
Berikan tes untuk menilai apakah siswa benar-benar telah paham terhadap materi tindak pidana pencurian. Soal tes hendaknya berbeda dengan contoh kasus yang telah diberikan pada saat penyempaian konsep dan soal latihan untuk menghindari murid hanya hafal tetapi tidak paham.
5. Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip
Termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat, teorema, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan atau menyampaikan materi pembelajaran jenis prinsip adalah :
a) Sajikan prinsip
b) Berikan bantuan berupa contoh penerapan prinsip
c) Berikan soal-soal latihan
d) Berikan umpan balik
e) Berikan tes.
Contoh:
Cara mengajarkan rumus menghitung luas bujur sangkar dengan tujuan agar siswa mampu menerapkan rumus tersebut.
Langkah 1: Sajikan rumus
Rumus menghitung luas bujur sangkar adalah: Sisi X Sisi atau sisi kuadrat.
Langkah 2: Memberikan bantuan
Berikan bantuan cara menghafal rumus dilengkapi contoh penerapan rumus menghitung luas bujur sangkar. Misalnya sebuah karton bangun bujur sangkar dengan panjang sisi 30 cm.
Rumus: Luas bujur sangkar = S X S.
Luas karton adalah 30 X 30 X 1 cm2 = 900 cm2.
Langkah 3: Memberikan latihan
Berikan soal-soal latihan penerapan rumus dengan bilangan-bilangan yang berbeda dengan contoh yang telah diberikan. Misalnya selembar kertas panjangnya berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 40 cm. Hitunglah luasnya.
Langkah 4: Memberikan umpan balik
Beritahukan kepada siswa apakah jawaban mereka betul atau salah. Jika betul berikan penguatan atau konfirmasi. Misalnya, “Ya jawabanmu betul”. Jika salah berikan koreksi atau pembetulan.
Langkah 5: Berikan tes
Berikan soal-soal tes secukupnya menggunakan bilangan yang berbeda dengan soal latihan untuk meyakinkan bahwa siswa bukan sekedar hafal soal tetapi betul-betul menguasai cara menghitung luas bujur sangkar.
6. Strategi penyampaian prosedur
Tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat melakukan atau mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal.
Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan suatu tugas secara urut. Misalnya langkah-langkah menyetel televisi.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur meliputi:
a. Menyajikan prosedur
b. Pemberian bantuan dengan jalan mendemonstrasikan bagaimana cara melaksanakan prosedur
c. Memberikan latihan (praktek)
d. Memberikan umpan balik
e. Memberikan tes.
Contoh:
Prosedur menelpon di telpon umum koin.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur:
Langkah 1: Menyajikan prosedur
Sajikan langkah-langkah atau prosedur menelpon dengan menggunakan bagan arus (flow chart)
Langkah 2: Memberikan bantuan
Beri bantuan agar murid hafal, paham, dan dapat menelpon dengan jalan mendemonstrasikan cara menelpon.
Langkah 3: Pemberian latihan
Tugasi siswa paraktek berlatih cara menelpon.
Langkah 4: Pemberian umpan balik
Beritahukan apakah yang dilakukan siswa dalam praktek sudah betul atau salah. Beri konfirmasi jika betul, dan koreksi jika salah.
Langkah 5: Pemberian tes
Berikan tes dalam bentuk “do it test”, artinya siswa disuruh praktek, lalu diamati.
7. Strategi mengajarkan/menyampaikan materi aspek afektif
Termasuk materi pembelajaran aspek sikap (afektif) menurut Bloom (1978) adalah pemberian respons, penerimaan suatu nilai, internalisasi, dan penilaian.
Beberapa strategi mengajarkan materi aspek sikap antara lain: penciptaan kondisi, pemodelan atau contoh, demonstrasi, simulasi, penyampaian ajaran atau dogma.
Contoh:
Penciptaan kondisi. Agar memiliki sikap tertib dalam antrean, di depan loket dipasang jalur untuk antri berupa pagar besi yang hanya dapat dilalui seorang demi seorang secara bergiliran.
Pemodelan atau contoh: Disajikan contoh atau model seseorang baik nyata atau fiktif yang perilakunya diidolakan oleh siswa. Misalnya tokoh Bima dalam Mahabarata. Sifat Bima yang gagah berani dapat menjadi idola anak.
B. Strategi mempelajari bahan ajar oleh siswa
Ditinjau dari guru, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran berupa kegiatan guru menyampaikan atau mengajarkan kepada siswa. Sebaliknya, ditinjau dari segi siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi pembelajaran. Secara khusus dalam mempelajari materi pembelajaran, kegiatan siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu menghafal, menggunakan, menemukan, dan memilih.
Penjelasan dan contoh disajikan sebagai berikut:
1. Menghafal (verbal & parafrase)
Ada dua jenis menghafal, yaitu menghafal verbal (remember verbatim) dan menghafal parafrase (remember paraphrase). Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti apa adanya. Terdapat materi pembelajaran yang memang harus dihafal persis seperti apa adanya, misalnya nama orang, nama tempat, nama zat, lambang, peristiwa sejarah, nama-nama bagian atau komponen suatu benda, dsb. Sebaliknya ada juga materi pembelajaran yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat diungkapkan dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal parafrase). Yang penting siswa paham atau mengerti, misalnya paham inti isi Pembukaan UUD 1945, definisi saham, dalil Archimides, dsb.
2. Menggunakan/mengaplikasikan (Use)
Materi pembelajaran setelah dihafal atau dipahami kemudian digunakan atau diaplikasikan. Jadi dalam proses pembelajaran siswa perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan, menerapkan atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari.
Penggunaan fakta atau data adalah untuk dijadikan bukti dalam rangka pengambilan keputusan. Contoh, berdasar hasil penggalian ditemukan fakta terdapatnya emas perhiasan yang sudah jadi, setengah jadi, perhiasan yang telah rusak, tungku, bahan emas batangan di bekas peninggalan sejarah di desa Wonoboyo Klaten Jawa Tengah. Dengan menggunakan fakta tersebut, ahli sejarah berkesimpulan bahwa lokasi tersebut tempat bekas pengrajin emas.
Penggunaan materi konsep adalah untuk menyusun proposisi, dalil, atau rumus. Seperti diketahui, dalil atau rumus merupakan hubungan antara beberapa konsep. Misalnya, dalam berdagang “Jika penjualan lebih besar daripada biaya modal maka akan terjadi laba atau untung”. Konsep-konsep dalam jual beli tersebut meliputi penjualan, biaya modal, laba, untung, dan konsep “lebih besar”.
Selain itu, penguasaan atas suatu konsep digunakan untuk menggeneralisasi dan membedakan. Contoh, seorang anak yang telah memahami konsep “jam adalah alat penunjuk waktu”, akan dapat menggeneralisir bahwa bagaimanapun berbeda-beda bentuk dan ukurannya, dapat menyimpulkan bahwa benda tersebut adalah jam.
Penerapan atau penggunaan prinsip adalah untuk memecahkan masalah pada kasus-kasus lain. Contoh, seorang siswa yang telah mampu menghitung luas persegi panjang setelah mempelajari rumusnya, dapat menentukan luas persegi panjang di manapun dan berapapun besarnya panjang dan lebar persegi panjang yang harus dihitung luasnya.
Penggunaan materi prosedur adalah untuk dikerjakan atau dipraktekkan. Seorang siswa yang telah hafal dan berlatih mengendarai sepeda motor, dapat mengendarai sepeda motor tersebut.
Penggunaan prosedur (psikomotorik) adalah untuk mengerjakan tugas atau melakukan suatu perbuatan. Sebagai contoh, siswa dapat mengendarai sepeda motor setelah menghafal langkah-langkah atau prosedur mengendarai sepeda motor.
Penggunaan materi sikap adalah berperilaku sesuai nilai atau sikap yang telah dipelajari. Misalnya, siswa berhemat air dalam mandi dan mencuci setelah mendapatkan pelajaran tentang pentingnya bersikap hemat.
3. Menemukan
Yang dimaksudkan penemuan (finding) di sini adalah menemukan cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.
Menemukan merupakan hasil tingkat belajar tingkat tinggi. Gagne (1987) menyebutnya sebagai penerapan strategi kognitif. Misalnya, setelah mempelajari hukum bejana berhubungan seorang siswa dapat membuat peralatan penyiram pot gantung menggunakan pipa-pipa paralon. Contoh lain, setelah mempelajari sifat-sifat angin yang mampu memutar baling-baling siswa dapat membuat protipe, model, atau maket sumur kincir angin untuk mendapatkan air tanah.
4. Memilih
Memilih di sini menyangkut aspek afektif atau sikap. Yang dimaksudkan dengan memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Misalnya memilih membaca novel dari pada membaca tulisan ilmiah. Memilih menaati peraturan lalu lintas tetapi terlambat masuk sekolah atau memilih melanggar tetapi tidak terlambat, dsb.
IX. MATERI PRASYARAT, PERBAIKAN, DAN PENGAYAAN (REMEDIAL & ENRICHMENT)
Dalam mempelajari materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar terdapat beberapa kemungkinan pada diri siswa, yaitu siswa belum siap bekal pengetahuannya, siswa mengalami kesulitan, atau siswa dengan cepat menguasai materi pembelajaran.
Kemungkinan pertama siswa belum memiliki pengetahuan psyarat. Pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan ajar baru. Misalnya, untuk mempelajari perkalian siswa harus sudah mempelajari penjumlahan. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat, guru harus mengadakan tes prasyarat (prequisite test). Jika berdasar tes tersebut siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat, maka siswa tersebut harus diberi materi atau bahan pembekalan. Bahan pembekelan (matrikulasi) dapat diambil dari materi atau modul di bawahnya.
Dalam menghadapi kemungkinan kedua, yaitu siswa mengalami kesulitan atau hambatan dalam menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan materi perbaikan (remedial). Materi pembelajaran remedial disusun lebih sederhana, lebih rinci, diberi banyak penjelasan dan contoh agar mudah ditangkap oleh siswa. Untuk keperluan remedial perlu disediakan modul remidial.
Dalam menghadapi kemungkinan ketiga, yaitu siswa dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan bahan pengayaan (enrichment). Materi pengayaan berbentuk pendalaman dan perluasan. Materi pengayaan baik untuk pendalaman maupun perluasan wawasan dapat diambilkan dari buku rujukan lain yang relevan atau disediakan modul pengayaan.
Selain pengayaan, perlu dipertimbangkan adanya akselerasi alami di mana siswa dimungkinkan untuk mengambil pelajaran berikutnya. Untuk keperluan ini perlu disediakan bahan atau modul akselerasi.
BAB IX
ORGANISASI DAN ADMINISTRASI KELAS
Pengorganisasian
Pengorganisasian kelas akan sangat membantu guru dalam menjalankan fungsi managerialnya. Kelas yang terorganisasi dengan baik akan memperlancar pengelolaan yang dilakukan guru.
Struktur kelompok perlu mendapat perhatian guru secara bijaksana anak atau beberapa anak yang sering dipilih menjadi pimpinan kelas. Kecemasan mungkin akan timbul pada diri anak ini, karena ian harus dapat menunjukkan peranannya sebagai pimpinan sementara ia tetap ingin diterima sebagai anggota kelompok/ kelas.
Pada umumnya begitu seseorang ditunjuk menjadi pimpinan kelas, perobahan hubungan segera terjadi dengan teman-teman kelasnya. Dalam posisi seperti itu anak tersebut memandang dirinya sebagai orang luar atau kesayangan guru. Sedangkan anak-anak lain dipandang jauh dan dianggap sebagai perintang, anak ini kemudian mengalami kecemasan. Disatu pihak ia mempunyai otoritas dan di pihak lain ia ingin diterima oleh teman-temannya.
a. Pengorganisasian Murid
Murid-murid suatu kelas perlu diorganisir sedemikian rupa, sehingga menjadi suatu self government secara demokratis di bawah supervisi guru. Struktur kelas akan mempengaruhi prilaku kelas, untuk itu dalam pelilihan kelengkapan organisasi kelas sebaiknya guru guru bertindak sebagai pengawas (biasanya struktur kelas terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Bendahara, serta ditambah seksi-seksi yang dibutuhkan). Disamping itu juga dikelompokkan sebagai piket harian yang bertugas menjaga segala sesuatu untuk kelancaran proses belajar pada hari itu.
Amati struktur dalam kelas anda, buatkan bagan dari organisasi kelas anda serta komentari kelangkapan organisasinya apakah sudah sesuai dengan kebutuhan kelas anda.
b. Penempatan Murid
Pada kelas-kelas tradisional murid telah mempunyai tempat duduk tertentu dalam kelasnya, ada yang duduk sendiri, berdua bahkan lebih pada satu bangku.
Guru yang otokratis akan menentukan sendiri tempat duduk bagi murid-muridnya, sedangkan bagi guru yang demokratis akan memberikan kesempatan memilih sendiri tempat duduknya kepada murid-muridnya. Begitu juga dalam memilih teman dalam satu tempat duduk.
Mana yang paling baik menurut anda, apaka tempat duduk itu dipilih sendiri oleh siswa atau ditetapkan oleh guru, begitu pula dalam memilih teman sebangku.
Dalam menempatkan murid dalam suatu kelas, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi guru :
a. Ganguan indra
b. Tingkat perhatian yang diinginkan siswa
c. Jenis kelas
Pengaturan tempat duduk ini juga sangat disesuaikan dengan methode mengajar yang dipergunakan, begitu juga dengan pengaturan alat-alat pelajaran akan sangat bergantung dari kebutuhan mata pelajaran yang akan diajarkan.
Pengadminsitrasian
Pekerjaan guru dalam administrasi kelas secara garus besarnya dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi :
1. Catatan-catatan kelas (clasroom record)
2. Laporan-laporan kelas (clasroom reports)
1. Catatan-catatan kelas
Dalam melakukan pencatatan kelas yang baik harus memperhatikan sistem pencatatan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bersifat komulatif
Catatan-catatan tersebut harus mencakup seluruh sejarah tentang siswa yang dicatat.
b. Mudah ditransfer
c. Mengandung data yang relevan
d. Menghindarkan pengulangan
e. Dapat tahan lama
f. Hendaklah merngkum dan ringkas
Catatan-catatan kelas dapat dikelompokkan lagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Catatan mengenai murid
b. Catatan mengenai guru
A. Catatan mengenai murid, meliputi antara lain :
a. Daftar presentasi murid :
- Harian
- Bulanan
b. Daftar pekerjaan murid
c. Daftar nilai murid
d. Catatan-catatan partisipasi murid
e. Daftar pribadi (comulatif record)
B. Catatan Mengenai Guru
a. Silabus mata pelajaran
b. Program semester
c. Satuan pelajaran
d. Batas pelajaran
e. Kumpulan soal
f. Buku nilai
2. Laporan-laporan Kelas
Selain membuat catatan kelas guru juga diwajibkan untuk membuat laporan kepada kepala sekolah dan kalau dibutuhkan juga kepada orang tua siswa.
Laporan kepada kepala sekolah, berupa :
- Persiapan mengajar
• Sialbus
• Program semester
• Satuan pelajaran
• Batas pelajaran
- Laporan hasil pelajaran :
• Rekapitulasi hasil pelajaran per semester, yang memuat :
Partisipasi siswa
Tugas-tugas yang diberikan
Ulangan-ulangan
Ujian-ujian
- Laporam kepada orang tua siswa berupa :
• Laporan hasil pendidikan
• Laporan tentang perkembangan siswa
• Wawan rembuk dengan orang tua (kalau ada).
DAFTAR PUSTAKA
- BAHAN ACUAN
- Abdul Gafur (1986). Disain instruksional: langkah sistematis penyusunan pola dasar kegiatan belajar mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
- Amir Achsin, Pengelolaan Klas dan Interaksi Belajar Mengajar, IKIP Ujung Pandang, 1990.
-
- Abdul Gafur (1987). Pengaruh strategi urutan penyampaian, umpan balik, dan keterampilan intelektual terhadap hasil belajar konsep. Jakarta : PAU - UT.
- Bloom et al. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goals. New York: McKay.
-
- Center for Civics Education (1997). National standard for civics and governement. Calabasas CA: CEC Publ.
- Dick, W. & Carey L. (1978). The systematic desgin of instruction. Illinois: Scott & Co. Publication.
- Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan pendidikan menengah umum. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
- Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning, teaching, and evaluating: a competency approach. Chicago: Nelson-Hall.
- Hall, Gene E & Jones, H.L. (1976) Competency-based education: a process for the improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
- Joice, B, & Weil, M. (1980). Models of teaching. New Jersey: Englewood Cliffs, Publ.
- Kemp, Jerold (1977). Instructional design: a plan for unit and curriculum development. New Jersey: Sage Publication.
- Kaufman, Roger A. (1992). Educational systems planning. New Jersey: Englewood Cliffs.
- Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing standard-based districs, schools, and classrooms. Vriginia: Assiciation for Supervision and Curriculum Development.
- McAshan, H.H. (1989). Competency-based education and behavioral objectives. New Jersey: Educational Technology Publications, Engelwood Cliffs.
- Michel Marland, Seni Mengelola Kelas, Effahar Offset Semarang, 1987.
- Mujito, Saduran Thomas Gorgon, Guru Yang Efektif, CV. Raja Wali Jakarta, 1986.
- Made Pidarta, Saduran dari Lois V Jhonson dan Mary A Bany, Pengelolaan Kelas, Usaha Nasional Surabaya (?).
-
- Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for instructional systems development. New York: Academic Press.
- Reigeluth, Charles M. (1987) Instructional theories in action: lessons illustrating selected theories and models. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publ.
- Rooijakkers, Mengejar Dengan Sukses, Kerjasama YKPTK Dengan Grasindo Jakarta, 1988.
-
- Russell, James D. (1984). Modular instruction: a guide to design, selection, utilization and evaluation of modular materials. Minneapolis: Burgess Publishing Company.
- Sunaryo, Strategi Belajar Mengajar Dalam Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Dikti Jakarta, 1989.
- Sukarni, Bimbingan dan Psikologi Belajar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UIR, Pekanbaru, 1992.
- ----------------, Kurikulum Sekolah Menengah Atas Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mangajar, Departemen Pendidikan dan Kebudataan, 1989.
-
Lembar Kerja Mahasiswa
1. Judul : Menganalisis Permasalahan Belajar dan Pembelajaran
2. Mata Kuliah : Belajar Pembelajaran
3. Petunjuk belajar (Petunjuk mahasiswa)
a. Baca secara cermat sebelum Anda mengerjakan tugas
b. Baca literatur lain untuk memperkuat pemahaman Anda
c. Kerjakan setiap langkah sesuai tugas
d. Kumpulkan laporan hasil kerja sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara guru dengan siswa.
e. Konsultasikan dan diskusikan dengan nara sumber dalam mengerjakan tugas.
4. Kompetensi yang akan dicapai
Memahami konsep dan paradigma baru belajar dan paradigma pembelajaran di sekolah.
7. Informasi
a. Belajar selalu di defenisikan dengan perubahan tingkah laku seseorang ke arah yang lebih baik.
Dalam perkembangan konsep belajar, ditafsirkan bahwa belajar dapat dilakukan dimana saja .
b. Pembelajaran sebagai wujud kongret perubahan paradigma mengajar. Dalam pembelajaran guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator siswa.
1. Tugas dan langkah kerja
Tugas:
a. Pelajari informasi tentang belajar dan pembelajaran dalam buku Revolusi cara Belajar ( Gordon Dryden), dan buku Mengajar dengan sukses ( Ad. Rooijakkers.
b. Lakukan observasi dan wawancara tentang implementasi belajar serta implementasi pembelajaran di sekolah ( apakah sudah sesuai dengan konsep yang anda bahas pada buku yang dianjurkan).
c. Kerjakan secara kelompok
d. Buatlah pokok-pokok yang akan diobservasi.
e. Buatlah pertanyaan-pertanyaan sebagai bahan wawancara.
f. Susunlah hasil observasi dan wawancara dalam bentuk laporan menggunakan format yang tersedia.
2. Penilaian
LEMBAR PENILAIAN
Aspek : Kognitif
Indikator : paradigma Belajar dan Implementasinya di sekolah.
Kelompok: …………………… ( Nama Ketua kelompok:…………………………….)
No Nama Aspek yg Dinilai Jml Skor Keterangan
1 2 3 4
Aspek yg dinilai:
1= Kerjasama
2= Tanggung Jawab
3= Penguasaan materi
4 = Mutu presentasi
Keterangan :
Isilah kolom aspek yang dinilai dengan range skor sbb:
Sangat baik sekali 5 4 3 2 1 jelek
Yang Menilai
--------------------------------
Aspek yang dinilai Skor
a. Jawaban siswa kurang tepat
b. Jawaban siswa tidak lengkap tapi benar
c.Jawaban siswa lengkap dan benar 0 – 25
26 – 75
76 - 100
Penilaian Afektif
LEMBAR PENILAIAN PENGAMATAN
Aspek : Afektif
Indikator : Mendeskripsikan bagaimana cara
memproduksi barang.
Kelas : X
No Pernyataan Skala
Sl Sr Jr Tp
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Siswa mengikuti pelajaran ekonomi.
Siswa tidak mengikuti pelajaran ekonomi.
Siswa merasa pelajaran ekonomi bermanfaat.
Siswa berusaha menyerahkan tugas tepat waktu.
Siswa berusaha memahami pelajaran ekonomi.
Siswa bertanya pada guru bila ada yang tidak jelas.
Siswa selalu mengerjakan soal-soal latihan di rumah.
Siswa selalu mendiskusikan materi bagaimana cara memproduksi barang/jasa
Siswa berusaha memiliki buku pelajaran ekonomi.
Siswa berusaha mencari referensi di perpustakaan.
Jumlah
Keterangan :
Aspek yang dinilai Skor pernyataan positif Skor pernyataan negatif
1. Sl = selalu
2. Sr = sering
3. Jr =Jarang
4. Tp =Tidak pernah 4
3
2
1 1
2
3
4
3. Tindak Lanjut
Jika Anda dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan langkah kerja di atas diperbolehkan untuk melanjutkan pada kegiatan berikutnya (sebagai pengayaan), jika belum pelajari kembali (sebagai remedial).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar